Showing posts with label aqidah. Show all posts
Showing posts with label aqidah. Show all posts

Wednesday, May 15, 2013

IMAN KEPADA QADAR (TAKDIR) BAIK DAN BURUK

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Golongan yang selamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah beriman kepada qadar yang baik maupun buruk. Iman kepada qadar meliputi iman kepada setiap nash tentang qadar serta tingkatannya. Tidak ada seorang pun yang dapat menolak ketetapan Allah Azza wa Jalla.

Iman kepada qadar memiliki empat tingkatan:

Pertama: Al-‘Ilmu (Ilmu)
Yaitu, mengimani bahwa Allah dengan ilmu-Nya, yang merupakan Sifat-Nya yang azali dan abadi, Allah Mahamengetahui semua yang ada di langit dengan seluruh isinya, juga semua yang ada di bumi dengan seluruh isinya, serta apa yang ada di antara keduanya, baik secara global maupun secara rinci, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Allah Mahamengetahui tentang daun yang kering ataupun basah, biji-bijian yang tumbuh dan lainnya. Allah Mahamengetahui semua yang ghaib dan Dia Mahamengetahui segala amal perbuatan makhluk-Nya, serta mengetahui segala ihwal mereka, seperti taat, maksiat, rizki, ajal, bahagia dan celaka.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Mahamengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Al-An’aam: 59]

Kedua: Al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencatat seluruh taqdir makhluk di al-Lauhul Mahfuzh.

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.

“Allah telah mencatat seluruh taqdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.” [1]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ، قَالَ لَهُ: اُكْتُبْ! قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اُكْتُبْ مَقَادِيْرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ.

“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah Qalam (pena), lalu Allah berfirman kepadanya: ‘Tulislah!’ Ia menjawab: ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman: ‘Tulislah taqdir segala sesuatu sampai hari Kiamat.’” [2]

Saturday, December 22, 2012

Apakah Allah Memiliki Wajah ?

Allah ta’ala berfirman tentang diri-Nya,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)

Syaikh Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, “[Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya] maknanya tidak ada yang menyerupai Allah ta’ala dan tidak ada satu makhluk pun yang mirip dengan-Nya, baik dalam Zat, nama, sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Hal ini karena seluruh nama-Nya adalah husna (paling indah), sifat-sifatNya adalah sifat kesempurnaan dan keagungan……”

Beliau melanjutkan, “[dan Dia Maha Mendengar] maknanya Dia Maha Mendengar segala macam suara dengan bahasa yang beraneka ragam dengan berbagai macam kebutuhan yang diajukan. [Dia Maha Melihat] maknanya Allah bisa melihat bekas rayapan semut hitam di dalam kegelapan malam di atas batu yang hitam……”

Beliau melanjutkan, “Ayat ini dan ayat yang semisalnya merupakan dalil Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk menetapkan sifat-sifat Allah dan meniadakan keserupaan sifat Allah dengan sifat makhluk. Di dalam ayat ini terdapat bantahan bagi kaum musyabbihah (kelompok yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk -ed) yaitu dalam firman-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.”

Juga bantahan bagi kaum mu’aththilah (kelompok yang menolak penetapan sifat Allah -ed) dalam firman-Nya

وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

(Taisir Karimir Rahman)

Friday, November 23, 2012

Di Mana Allah (Beberapa Syubhat (Kekeliruan) Ahl al-Bid’ah Dan Jawapan Ahl al-Sunnah Ke Atasnya)

Penulis: Mohd Hairi Nonchi


Beberapa Syubhat (Kekeliruan) Ahl al-Bid’ah Dan Jawapan Ahl al-Sunnah Ke Atasnya


Dalam rangka menolak manhaj Ahl al-Sunnah berhubung dengan penetapan (ithbat) ke atas sifat al-Istiwa’ Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arasy di atas langit tanpa takwil dan ta’thil, golongan Ahl al-Takwil khususnya mereka yang beraliran al-Asya’irah dan yang sefahaman dengannya telah membentuk beberapa hujah bagi menjustifikasikan penolakan tersebut.

Di sini penulis akan membawakan enam contoh daripada hujah-hujah yang dimaksudkan, disusuli dengan hujah balas pihak Ahl al-Sunnah ke atasnya bagi meluruskan semula kekeliruan-kekeliruan yang dimaksudkan. Adapun hujah atau syubhat yang dimaksudkan dan jawapan semula Ahl al-Sunnah ke atasnya adalah seperti berikut:




Syubhat # 1:

Para pentakwil dan pengingkar sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala membawakan beberapa ucapan para tokoh Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai hujah bagi menolak penetapan sifat al-Istiwa’ Allah di atas ‘Arasy di atas langit, antaranya yang masyhur adalah sebagaimana ucapan al-Imam asy-Syafie rahimahullah (204H) di bawah ini:[1]

والد ليل عليه هو أنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان و هو على صفة الأزليه كما قبل خلقه المكان لا يجوز عليه التغيير في ذاته ولا التبديل في صفاته.

Dalil untuk itu (tiada bagi Allah itu tempat) ialah Allah itu telah ada dan tempat itu tiada. Lalu Allah mencipta tempat dan Allah masih lagi dalam keadaan sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat. Tidak boleh berlaku perubahan ke atas dzat-Nya dan tidak berlaku pertukaran ke atas sifat-Nya.

Ucapan yang hampir sama juga telah dikemukakan oleh al-Imam ‘Abd al-Qadir al-Baghdadi rahimahullah (429H) dimana beliau menulis di dalam kitabnya, al-Farqu Baina al-Firaq, ms. 256:[2]

وأجمعواعلى أنه لا يحويه مكان ولا يجري عليه زمان.

Mereka (Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah) telah berijmak (bersepakat) bahawa Allah tidak bertempat.

Dengan membawakan kenyataan kedua-dua tokoh di atas dan lain-lain tokoh seumpama, para pentakwil dan pengingkar sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala merumuskan bahawa tidak diperbolehkan berkata “Allah beristiwa’ di atas ‘Arasy di atas langit” kerana ucapan seperti ini akan menimbulkan kesan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada suatu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sunday, October 7, 2012

TIDAK ADA BENDA KERAMAT DI DALAM AGAMA ISLAM


Oleh
Ustadz Ali Musri Semjan Putra


Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla, Rabb semesta alam. Tiada yang berhak diibadahi kecuali Dia semata, yang telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab demi kebahagian manusia di dunia dan di akhirat kelak. Dia-lah tempat meminta dan bergantung dalam segala keadaan. Baik di saat suka maupun duka, di saat senang maupun susah, di saat sehat maupun sakit. Dia-lah yang memberi kesembuhan atas segala penyakit.

Salawat beserta salam kita ucapkan untuk Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Nabi pembawa rahmat untuk seluruh alam. Nabi yang amat mencintai umatnya, yang telah menyuruh umatnya untuk memohon dan meminta pertolongan hanya kepada Allah Azza wa Jalla.

Semoga salawat juga terlimpah buat keluarga, para sahabat beliau dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka sampai hari kemudian.

Para pembaca yang kami muliakan, pada kesempatan kali ini kita akan membahas peristiwa menyedihkan yang melanda negeri kita; yang bila dilihat dari sisi syar'i lebih dahsyat dari tsunami atau gempa yang memporak-porandakan gedung-gedung. Peristiwa itu adalah musibah kehancuran dan robohnya aqidah umat dilindas batu para dukun cilik. Betapa tidak, fitnah ini korbannya jauh lebih dahsyat dari segala bencana. Betapa rapuhnya aqidah umat kita, yang hanya dengan tiga batu kerikil milik tiga anak cilik saja mampu merobohkannya. Bagaimana seandainya mereka dihadapkan kepada fitnah Dajjal yang mampu menyuburkan bumi yang kering kerontang; menghidupkan orang mati dan lainnya ? Tentu tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan umat ini. jika mereka dihadapkan kepada fitnah yang dimiliki Dajjal itu. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk mengembalikan umat kepada agama yang lurus.

Perbuatan syirik itu telah menjadi berita hangat dan tontonan serta menyita perhatian berbagai tokoh nasional. Amat sedikit sekali yang mengomentari peristiwa tersebut dengan nilai-nilai aqidah dan sebagian besar malahan menyalahkan pemerintah terutama departemen kesehatan.

Di tengah-tengah kemajuan teknologi dan keilmuan, ternyata dalam hal agama, kita masih primitif. Seharusnya yang perlu menjadi perhatian pertama adalah pendidikan umat dengan ilmu agama dan aqidah yang lurus. Agar mereka tidak dapat dihanyutkan oleh berbagai kesyirikan yang diungkapkan dengan istilah-istilah yang menyesatkan. Semoga kejadian ini menjadi pertimbangan berbagai pihak dalam menentukan kebijakan sistem pendidikan kita ke depan. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang bersumber dari penelitian manusia tidak mampu mengeluarkan dari keprimitifan dalam beragama.

Memang Nabi kita Shallallahu ’alaihi wa sallam dari jauh-jauh hari sudah memperingatkan bahwa umat ini akan kembali terjerumus ke dalam kesyirikan dan kesesatan umat-umat yang lalu

« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». متفق عليه

"Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang Dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti". [HR. Bukhâri dan Muslim]

Saturday, February 18, 2012

SYARAH HADITS JIBRIL TENTANG ISLAM, IMAN DAN IHSAN (2)

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8]

KANDUNGAN HADITS JIBRIL
Dari penjelasan tentang urgensi hadits ini, kita dapat mengambil faidah di antaranya :

6. Ahlus sunnah mengimani tentang adanya Malaikat.
Bahwasanya malaikat diciptakan dari cahaya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

Diciptakan malaikat dari cahaya, diciptakan jin dari api yang menyala-nyala, dan diciptakan Adam dari apa yang disifatkan kepada kalian. [HR Muslim, no. 2996, 60].


SYARAH HADITS JIBRIL TENTANG ISLAM, IMAN DAN IHSAN (1)

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8] [1]

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini secara lengkap diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 8, dan diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (I/27,28,51,52), Abu Dawud (no. 4695), at Tirmidzi (no.2610), an Nasaa-i (VIII/97), Ibnu Majah (no. 63), Ibnu Mandah dalam al Iman (1,14), ath Thoyalisi (no. 21), Ibnu Hibban (168,173), al Aajurri dalam asy Syari’ah (II/no.205, 206, 207, 208), Abu Ya’la (242), al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.2), al Marwazi dalam Ta’zhim Qadris Shalat (no.363-367), ‘Abdullah bin Ahmad dalam as Sunnah (no.901,908), al Bukhari dalam Khalqu Af’aalil ‘Ibaad (190), Ibnu Khuzaimah (no.2504) dari sahabat Ibnu ‘Umar dari bapaknya ‘Umar bin Khaththab.