Friday, May 4, 2012

Penjelasan Ringkas Berkenaan "Sanad" dan Keperluannya.


PERIHAL SANAD

Sanad/isnad merupakan kekhususan umat Islam. Al-Qur'an telah diriwayatkan kepada kita oleh para perawi dengan sanad yang mutawatir. Demikian pula telah sampai kepada kita hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan sanad-sanad yang shahih. Berbeda dengan kitab Injil dan Taurat yang ada pada kaum Nashrani dan Yahudi tanpa sanad yang bersambung dan shahih, sehingga sangat diragukan keabsahan kedua kitab tersebut.

Isnad hadits adalah silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (sabda) hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Para ahli hadits telah memberikan kriteria yang ketat agar suatu hadits dinilai sebagai hadits yang shahih, mereka ketat dalam menilai para perawi hadits tersebut. Karenanya mereka (para ahli hadits) mendefinisikan hadits shahih dengan definisi berikut :

مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ

"Yaitu hadits yang sanadnya bersambung dengan penukilan perawi yang 'adil dan dhoobith (kuat hafalannya) dari yang semisalnya hingga kepuncaknya tanpa adanya syadz dan penyakit ('illah)"

Yaitu para perawinya dari bawah hingga ke atas seluruhnya harus tsiqoh dan memiliki kredibilitas hafalan yang sempurna (lihat Nuzhatun Nadzor hal 58), serta sanad tersebut harus bersambung dan tidak ada 'illahnya (penyakit) yang bisa merusak keshahihan suatu hadits.

Oleh karenanya dari sini nampaklah urgensinya pengecekan kevalidan isnad suatu hadits

Ibnu Siiriin berkata :

لَمْ يَكُوْنُوا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ

"Mereka dahulu tidak bertanya tentang isnad, akan tetapi tatkala terjadi fitnah maka mereka berkata : "Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian", maka dilihatlah Ahlus sunnah dan diambilah periwayatan hadits mereka dan dilihatlah ahlul bid'ah maka tidak diambil periwayatan hadits mereka"



Perkataan Ibnu Siiriin rahimahullah ini dibawakan oleh Imam Muslim dalam muqoodimah shahihnya hal 15 di bawah sebuah bab yang berjudul :

بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ

"Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian dari agama, dan bahwasanya riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi yang tsiqoh, dan bahwasanya menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang sesuai ada pada mereka- diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal ini bukanlah ghibah yang diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan terhadap syari'at yang mulia".

Salah faham

Sebagian orang salah faham dengan perkataan Ibnul Mubaarok rahimahullah :

الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

"Isnad adalah bagian dari agama, kalau bukan karena isnad maka setiap orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa yang ia kehendaki"

Mereka memahami bahwasanya : "Perkataan Ibnul Mubarok ini menunjukkan bahwasanya orang yang tidak punya isnad bicaranya akan ngawur, dan sebaliknya orang yang punya isnad maka bicaranya pasti lurus"

Akan tetapi bukan demikian maksud perkataan Ibnul Mubaarok rahimahullah. Maksud perkataan beliau adalah : Tidak sembarang orang bisa menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi menyampaikan hadits Nabi harus ada sanadnya. Dan jika sudah ada sanadnya maka HARUS diperiksa para perawinya sehingga bisa ketahuan haditsnya shahih ataukah lemah. Yang menunjukkan akan hal ini tiga perkara berikut :

Pertama : Perkataan Ibnul Mubaarok ini dibawakan oleh Imam Muslim di bawah bab

بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ

"Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian dari agama, dan bahwasanya riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi yang tsiqoh, dan bahwasanya menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang sesuai ada pada mereka- diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal ini bukanlah ghibah yang diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan terhadap syari'at yang mulia".

Kedua : Persis sebelum menyampaikan perkataan ibnul Mubarok ini, Imam Muslim menyampaikan perkataan Sa'ad bin Ibrahim yang menjelaskan tentang kewajiban hanya meriwayatkan dari para perawi yang tsiqoh.

Imam Muslim berkata :

عن مسعر قال سمعت سعد بن إبراهيم يقول لا يحدث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الثقات وحدثني محمد بن عبد الله بن قهزاذ من أهل مرو قال سمعت عبدان بن عثمان يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

"Dari Mus'ir berkata : Saya mendengar Sa'd bin Ibraahim berkata : Tidaklah meriwayatkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali para perawi yang tsiqoh….dari 'Abdaan bin 'Utsmaan berkata : Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok berkata : Isnad merupakan bagian dari agama, jika bukan karena isnad maka orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa saja yang ia kehendaki"

Dan sebelumnya lagi Imum Muslim juga menyebutkan perkatan Ibnu Siiriin di atas "Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian"

Ketiga : Setelah itu Imam Muslim juga membawakan praktek Ibnul Mubaarok yang mengecek para perawi dalam sebuah sanad.

Imam Muslim berkata :

قلت لعبد الله بن المبارك يا أبا عبد الرحمن الحديث الذي جاء إن من البر بعد البر أن تصلي لأبويك مع صلاتك وتصوم لهما مع صومك قال فقال عبد الله يا أبا إسحاق عمن هذا قال قلت له هذا من حديث شهاب بن خراش فقال ثقة عمن قال قلت عن الحجاج بن دينار قال ثقة عمن قال قلت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال يا أبا إسحاق إن بين الحجاج بن دينار وبين النبي صلى الله عليه وسلم مفاوز تنقطع فيها أعناق المطي ولكن ليس في الصدقة اختلاف وقال محمد سمعت علي بن شقيق يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول على رؤوس الناس دعوا حديث عمرو بن ثابت فإنه كان يسب السلف

"Abu Ishaaq bin ''Isa berkata : Aku berkata kepada Abdullah bin Al-Mubaarok, Wahai Abu Abdirrahman, hadits yang datang bahwasanya : ((Diantara berbakti setelah berbakti adalah engkau sholat untuk kedua orangtuamu beserta sholatmu dan engkau berpuasa untuk kedua orangtuamu bersama puasamu)). Beliau berkata : Wahai Abu Ishaaq, dari manakah hadits ini?. Aku berkata, "Ini dari periwayatan Syihaab bin Khiroosy". Ibnul Mubaarok berkata : "Ia tsiqoh, lalu ia meriwayatkan dari siapa?".

Aku berkata, "Dari Al-Hajjaaj bin Diinaar". Beliau berkata : "Ia tsiqoh, lalu Hajjaj meriwayatkan dari siapa?"

Aku berkata, "(langsung) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda". Beliau berkata, "Wahai Abu Ishaaq antara Hajjaaj bin Diinaar dan Nabi ada padang pasir yang besar, butuh banyak onta untuk bisa menempuhnya. Akan tetapi tidak ada perbedaan pendapat tentang bersedekah (atas nama kedua orang tua)"…

Ali bin Syaqiiq berkata : "Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok berkata di hadapan khalayak manusia : Tinggalkanlah periwayatan 'Amr bin Tsaabit karena ia mencela para salaf" (Lihat Muqoddimah Shahih Muslim hal 16)

 Dari sini kita faham bahwasanya perkataan Ibnul Mubaarok di atas semakin menguatkan akan urgensinya memeriksa kredibilitas para perawi dalam sebuah sanad. Dan perkataan Ibnul Mubaarok ini sama sekali tidak berkaitan dengan persangkaan "Orang yang tidak bersanad maka fatwanya batil"


Praktek al-jarh wa at-ta'diil

Untuk menerapkan kriteria ini (yaitu pengecekan kedudukan dan kredibilitas para perawi hadits) maka para ulama ahli hadits menulis buku-buku al-jarh wa at-ta'diil yang menyebutkan tentang biografi para perawi, dengan menjelaskan kedudukan para perawi tersebut apakah tsiqoh ataukah dho'iif??.

Berbagai macam buku yang ditulis oleh para ulama,

- Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang tsiqoh

- Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang dho'if dan majruuh

- Ada kitab-kitab yang menggabungkan antara para perawi yang tsiqoh dan dho'iif

- Ada kitab-kitab yang berkaitan dengan para perawi yang menempati kota tertentu, seperti Taariikh Baghdaad, Taariikh Dimasq, Taariikh Waasith, dll

- Ada kitab-kitab yang menjelaskan tentang para perawi kitab-kitab hadits tertentu, seperti ada kitab yang khusus menjelaskan para perawi dalam kitab Muwaatho' Imam Malik, ada kitab yang khusus menjelaskan tentang para perawi Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, ada kitab yang khusus menjelaskan tentang kedudukan para perawi al-kutub as-sittah

- Dan jenis-jenis kitab yang lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku al-jarh wa at-ta'diil atau 'ilmu ar-rijaal.

Karenanya dengan meneliti kedudukan para perawi tersebut –berdasarkan kaidah al jarh wa at-ta'diil yang diletakkan oleh para ahli hadits- maka akan jelas apakan sanad suatu hadits shahih ataukah lemah atau maudhuu' (palsu).

Alhamdulillah para ulama telah mengumpulkan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam banyak kitab-kitab hadits sebagaimana yang masyhuur diantaranya : Muwatthho' al-Imam Maalik, Musnad Al-Imam Ahmad, Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Ibnu Hibbaan, Shahih ibnu Khuziamah, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Thirmidzi, Sunan An-Nasaai, Sunan Ibni Maajah, Mu'jam-mu'jam At-Thobrooni, Sunan Al-Baihaqi, dan kitab-kitab hadits yang laiinya. Yang seluruh penulis kitab-kitab tersebut meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanad mereka dari jalur mereka hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga dengan penerapan kaidah ilmu mustholah al-hadits dan ilmu al-jarh wa at-t'adiil terhadap para perawi yang terdapat dalam sanad-sanad hadits maka bisa dinilai apakah suatu hadits dari kitab-kitab tersebut shahih ataukah dhoiif.

Karenanya untuk mengecek keabsahan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab di atas adalah dengan mengecek para perawi yang termaktub dalam isnad-isnad dari para penulis kitab-kitab tersebut.

Sebagai contoh untuk mengecek shahih tidaknya sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thirimidzi dalam kitab "sunan" beliau maka kita mengecek para perawi di atas Imam At-Thirimidzi (dalam hal ini adalah guru imam At-Thirmidzi) hingga keatas sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.


SANAD ZAMAN SEKARANG ??

Di zaman kita sekarang ini masih banyak ahli hadits atau para syaikh atau para penuntut ilmu yang masih melestarikan kebiasaan para ahli hadits dalam meriwayatkan hadits dengan sanad. Sehingga banyak diantara mereka yang meriwayatkan hadits dengan beberapa model sanad hadits, diantaranya:

Pertama : sanad yang bersambung kepada salah satu dari para penulis hadits. Ada sanad di zaman sekarang ini yang bersambung hingga Al-Imam Al-Bukhari atau kepada At-Thirmidzi, atau kepada Abu Dawud, atau

Kedua : Sanad yang bertemu di guru-guru para penulis tersebut, atau bertemu di para perawi yang lebih di atasnya lagi (para guru dari para guru dari para penulis), atau

Ketiga : Sanad yang melalui jalur lain hingga kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab tersebut.

Dari sini jelas bahwasanya fungsi sanad di zaman ini (jika berkaitan dengan sanad hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) maka kurang bermanfaat dari dua sisi:

Pertama : Karena para perawi yang dibawah para penulis kitab-kitab hadits tersebut hingga perawi di zaman kita sekarang ini tidak bisa diperiksa kredibilitasnya karena biografi mereka tidak diperhatikan oleh para ulama dan tidak termaktub dalam kitab-kitab al-jarh wa at-ta'diil

Kedua : Kalaupun jika seluruh para perawi tersebut (dari zaman kita hingga ke penulis kitab) kita anggap tsiqoh maka kembali lagi kita harus mengecek para perawi dari zaman gurunya para penulis kitab-kitab hadits tersebut hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka seakan-akan kita ngecek langsung para perawi yang terdapat dalam sanad-sanad yang terdapat dalam kitab-kitab hadits tersebut.

Jadi keberadaan isnad dari zaman sekarang hingga nyambung ke para penulis kitab-kitab hadits tersebut kurang bermanfaat, itu kalau tidak mau dikatakan tidak ada faedahnya !!!

Adapun jenis isnad yang ketiga, yaitu periwayatan hadits yang diriwayatakan oleh seseorang di zaman sekarang hingga zaman Rasulullah –tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab hadits diatas- maka tentunya kita akan mendapatkan minimal sekitar 20 orang perawi. Dan 20 orang perawi tersebut tidak mungkin kita cek kredibilitas mereka karena tidak adanya kitab-kitab al-jarh wa at-tadiil yang menjelaskan biografi mereka.

Dari sebab-sebab inilah maka terlalu banyak para penuntut ilmu yang berpaling dari mencari sanad hadits-hadits Nabi di zaman sekarang ini karena tidak ada faedah besar yang bisa diperoleh. Namun meskipun demikian masih saja ada para penuntut ilmu dan para ulama yang masih melestarikan periwayatan hadits dengan sanad-sanad tersebut untuk melestarikan adatnya para ahli hadits.

--------------

Sumber: firanda.com

No comments:

Post a Comment