Sunday, October 7, 2012

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP MU'AWIYAH DAN PERTIKAIANNYA DENGAN ALI

Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari


KEUTAMAAN MU'AWIYAH BIN ABI SUFYAN RADHIYALLAHU 'ANHU
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnad-nya, dari Abdurrahman bin Abi Umairah al Azdi, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut Mu'awiyah dan berkata: "Ya, Allah. Jadikanlah ia orang yang menuntun kepada hidayah dan berilah ia hidayah".[1]

Ishaq bin Rahuyah berkata,"Tidak ada satupun hadits yang shahih tentang keutamaan Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu ; (dan) an Nasaa-í juga berkata demikian."

Hadits yang paling kuat dalam masalah ini adalah hadits Abdurrahman bin Abi Umairah di atas.

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma telah memuji Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu atas ilmu fiqih yang dimilikinya. Imam al Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari jalur Nafi' bin Umar dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwasanya ada yang berkata kepada Ibnu Abbas: "Mengapa Anda tidak menasihati Amirul Mukminin Mu'awiyah? Sesungguhnya dia hanya berwitir satu rakaat saja!"

"Benar," katanya,"Dia adalah seorang faqih!"[2]

Ibnu Abbas juga mengabarkan, Mu'awiyah termasuk sahabat Nabi. Imam al Bukhari meriwayatkan dari jalur Utsman bin al Aswad dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata: "Mu'awiyah mengerjakan witir satu rakaat setelah Isya', sedang maula Ibnu Abbas melihatnya. Diapun melaporkannya kepada Ibnu Abbas. Beliau berkata,'Biarkan, sesungguhnya ia telah menyertai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam'.[3]"

TIDAK ADA BENDA KERAMAT DI DALAM AGAMA ISLAM


Oleh
Ustadz Ali Musri Semjan Putra


Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla, Rabb semesta alam. Tiada yang berhak diibadahi kecuali Dia semata, yang telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab demi kebahagian manusia di dunia dan di akhirat kelak. Dia-lah tempat meminta dan bergantung dalam segala keadaan. Baik di saat suka maupun duka, di saat senang maupun susah, di saat sehat maupun sakit. Dia-lah yang memberi kesembuhan atas segala penyakit.

Salawat beserta salam kita ucapkan untuk Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Nabi pembawa rahmat untuk seluruh alam. Nabi yang amat mencintai umatnya, yang telah menyuruh umatnya untuk memohon dan meminta pertolongan hanya kepada Allah Azza wa Jalla.

Semoga salawat juga terlimpah buat keluarga, para sahabat beliau dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka sampai hari kemudian.

Para pembaca yang kami muliakan, pada kesempatan kali ini kita akan membahas peristiwa menyedihkan yang melanda negeri kita; yang bila dilihat dari sisi syar'i lebih dahsyat dari tsunami atau gempa yang memporak-porandakan gedung-gedung. Peristiwa itu adalah musibah kehancuran dan robohnya aqidah umat dilindas batu para dukun cilik. Betapa tidak, fitnah ini korbannya jauh lebih dahsyat dari segala bencana. Betapa rapuhnya aqidah umat kita, yang hanya dengan tiga batu kerikil milik tiga anak cilik saja mampu merobohkannya. Bagaimana seandainya mereka dihadapkan kepada fitnah Dajjal yang mampu menyuburkan bumi yang kering kerontang; menghidupkan orang mati dan lainnya ? Tentu tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan umat ini. jika mereka dihadapkan kepada fitnah yang dimiliki Dajjal itu. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk mengembalikan umat kepada agama yang lurus.

Perbuatan syirik itu telah menjadi berita hangat dan tontonan serta menyita perhatian berbagai tokoh nasional. Amat sedikit sekali yang mengomentari peristiwa tersebut dengan nilai-nilai aqidah dan sebagian besar malahan menyalahkan pemerintah terutama departemen kesehatan.

Di tengah-tengah kemajuan teknologi dan keilmuan, ternyata dalam hal agama, kita masih primitif. Seharusnya yang perlu menjadi perhatian pertama adalah pendidikan umat dengan ilmu agama dan aqidah yang lurus. Agar mereka tidak dapat dihanyutkan oleh berbagai kesyirikan yang diungkapkan dengan istilah-istilah yang menyesatkan. Semoga kejadian ini menjadi pertimbangan berbagai pihak dalam menentukan kebijakan sistem pendidikan kita ke depan. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang bersumber dari penelitian manusia tidak mampu mengeluarkan dari keprimitifan dalam beragama.

Memang Nabi kita Shallallahu ’alaihi wa sallam dari jauh-jauh hari sudah memperingatkan bahwa umat ini akan kembali terjerumus ke dalam kesyirikan dan kesesatan umat-umat yang lalu

« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». متفق عليه

"Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang Dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti". [HR. Bukhâri dan Muslim]