Monday, December 26, 2011

Masjidul Bait (Masjid Di Dalam Rumah) Urgensi Dan Fungsinya

Rumah merupakan salah satu nikmat besar dari Allah Azza wa Jalla bagi setiap muslim. Allah Azza wa Jalla telah mengingatkan besarnya nikmat ini dan fungsi pentingnya bagi para penghuninya. Jiwa-jiwa dan hati mereka akan merasa tenang ketika sudah berada di dalamnya. Rumah akan menjadi tempat melepas lelah, menutup aurat, dan menjadi tempat menjalankan berbagai aktifitas yang bermanfaat, untuk dunia maupun akherat.

Allah Azza wa Jalla mengingatkan besarnya nikmat rumah bagi manusia dengan berfirman.

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّن بُيُوتِكُمْ سَكَنًا

“dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal” [an-Nahl/16 : 80]

Monday, November 14, 2011

RINGKASAN SIFAT SHALAT NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM (Dari "Ruku" hingga "Salam")

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Perhatian :
Tulisan ini hanya ringkasan, bagi pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalilnya dipersilahkan merujuk buku aslinya yaitu : "Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam", oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

(6). RUKU'
69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur

70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.

71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.

72. Lalu ruku' sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku' adalah rukun.

CARA RUKU'
73. Meletakkan kedua tangan diatas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah menggemgam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.

74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air dipunggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.

75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.

76. Merenggangkan kedua siku dari badan.

77. Mengucapkan saat ruku'. "Subhaana rabbiiyal 'adhiim". "Segala puji bagi Allah yang Maha Agung". tiga kali atau lebih. [1]

RINGKASAN SIFAT SHALAT NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM (Dari "Menghadap Ka'abah" hingga "Bacaan Sesudah Al-Fatihah")

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Perhatian :
Tulisan ini hanya ringkasan, bagi pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalilnya dipersilahkan merujuk buku aslinya yaitu : "Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam", oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

(1). MENGHADAP KA'BAH
1. Apabila anda - wahai Muslim - ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka'bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.

2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi 'seorang yang sedang berperang' pada pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.

Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.

Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya - jika hal ini memungkinkan - supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.

3. Wajib bagi yang melihat Ka'bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka'bah.

HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA'BAH KARENA KELIRU
4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.

5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.

Sunday, November 13, 2011

Definisi Taklid, Ittiba, dan Ijtihad

Taklid adalah mengamalkan sesuatu perkara atau mengikuti sesuatu pendapat tanpa mengetahui dalil yang membelakangi amal atau pendapat tersebut.

Ittiba’ pula adalah mengamalkan sesuatu perkara atau mengikuti sesuatu pendapat yang disertai dengan dalil dari al-Qur’an dan al-Hadis yang membelakangi amal atau pendapat tersebut.

Ijtihad pula adalah mengerahkan upaya dengan bersungguh-sungguh untuk mengetahui sesuatu hukum yang bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Friday, November 11, 2011

Benarkah Penilaian Al-Albani Sering Saling Bercanggah?

Ketika mentohmah Al-Albani sebagai tokoh kontradik dalam kajian hadith, Al-Ghari langsung tidak membawa sebarang contoh bagi membuktikan tohmahannya itu, sebaliknya dia sekadar menyebut nama-nama individu yang pernah mengkritik kajian Al-Albani dalam kitab masing-masing, termasuklah nama gurunya As-Saqqaf. Sebenarnya, Al-Ghari tidak mampu membuat kritikan secara ilmiah terhadap kajian hadith yang dibuat oleh Al-Albani kerana beliau terlalu jahil dalam bidang berkenaan. Hakikat kejahilan beliau telah terbukti berulang kali dalam contoh-contoh yang telah dibincangkan sebelum ini. Di sebabkan kejahilan itu, beliau bergantung sepenuhnya kepada tulisan para pengkritik Al-Albani dan mengikut secara buta segala kritikan itu tanpa ada sebarang kemampuan untuk menilai kekuatan dan kelemahan kritikan tersebut, lebih-lebih lagi bila dia mendapati segala kritikan itu bersesuaian dengan nafsu jahat yang menguasai dirinya.

Berdasarkan tinjauan penulis terhadap kritikan yang dibuat oleh para pengkritik Al-Albani, didapati kritikan tersebut terbahagi kepada dua bentuk:bentuk:

Qadha Solat Sunat?

Kita sering tertinggal melakukan ibadat solat sunat, seperti solat sunat sebelum subuh dan sebagainya. Anda rasa pelik apabila mendengar ada orang berkata, solat sunat yang tertinggal pun harus diqadha balik. Betulkah begitu?



Adalah menjadi suatu tuntutan syarak yang diketahui secara umum, solat wajib yang tertinggal mesti diqadhakan semuanya.

Ini berdasarkan hadis Sahih Muslim (mafhumnya): “Jika seseorang daripada kamu tertidur sehingga tertinggal solatnya, atau terlalai daripadanya, maka hendaklah dia mendirikannya solat tersebut, apabila dia teringat padanya. Sesungguhnya Allah SWT berfirman: “Dirikanlah solat untuk mengingati-Ku.”

Monday, October 31, 2011

Ulama: Dimuliakan Atau Disucikan?

Dr Mohd Asri bin Zainul Abidin

Ada bezanya antara menghormatikan dan mensucikan. Dalam bahasa Arab disebut tauqir (memuliakan), sementara mensucikan disebut taqdis. Memuliakan atau tauqir bererti kita memberikan penghormatan kepada seseorang atau sesuatu pihak. Ia berkaitan dengan nilai ketinggian yang ada pada pihak atau individu tersebut. Jika dia pemimpin, atas nilai kepimpinan yang ada padanya. Jika dia ulama, atau ilmuwan maka atas nilai ilmu yang ada padanya. Jika dia orang tua, atas nilai usia dan pengalaman hidup yang dilalui. Demikianlah seterusnya.

Adapun taqdis atau mensuci bererti menganggap seseorang atau sesuatu itu terpelihara dari sebarang dosa, atau kesalahan. Menganggap ia suci (sacred) bererti apa sahaja yang datang daripadanya adalah benar dan mulia, tidak boleh dipertikaikan lagi.