Sunday, December 23, 2012
Penjelasan Status Zikir Taubat الهي لست للفردوس أهلا
Tempoh hari penulis diminta untuk menjelaskan status sebenar bagi bait-bait yang dianggap zikir dalam kalangan masyarakat Islam di negara ini bahkan di negara-negara sekitar nusantara ini. Kalimah atau bait-bait di dalamnya dinisbahkan sebagai zikir taubat dan ada juga menamakannya zikir munajat atau nama-nama lainnya yang mungkin penulis sendiri tidak tahu, wallahualam. Sahabat blog tersebut adalah akhi Anak Ulu Cheka dan turut mendapat respon dari akhi Denaihati yang turut ingin mengetahui status sebenar kesahihan bait-bait tersebut. Kedua mereka adalah blogger yang menurut saya popular dan mempunyai pengisian yang baik di dalam blog mereka, jemput ziarah ke blog mereka untuk mengambil apa yang bermanfaat.
Penulis memuji sikap kedua blogger senior ini yang mana bertanyakan status sebenar sesuatu perkara. Suatu perkara yang jarang ada pada kebanyakan ummah hari ini dimana kebanyakan dari kita lebih gemar menerima bulat-bulat dan berta'lid dengannya tanpa menyemak terlebih dahulu sumber atau dari mana datangnya sesuatu dakwaan, teori dan sebagainya. Adapun ia banyak berlaku termasuklah dalam urusan agama, seperti penggunaan hadith tanpa mengetahui statusnya, penggunaan bait-bait seperti yang akan penulis jelaskan sebentar nanti dan sebagainya. Semoga kita semua selepas ini ringan mulut dan tidak segan silu bertanya akan sumber dan status kesahihan sesebuah perkara sebelum menerimanya. InsyaAllah.
Penjelasan Status Zikir Taubat الهي لست للفردوس أهلا
Berikut bait-bait yang mahsyur yang dinisbahkan sebagai zikir taubat/munajat dan nama lain, wallahua'lam.
إِلَهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلَا
وَلَا أَقوَى عَلَى النَّارِ الْجَحِيمِ
فَهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوبِي
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنبِ الْعَظِيمِ
Wahai Tuhan ku tak layak ke Syurga-Mu
Namun Aku tidak sanggup ke neraka-Mu
Terimalah taubatku dan ampuni segala dosaku
Sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosa besar
Bait-bait di atas sebenarnya bukanlah zikir yang thabit daripada zikir Rasulullah s.a.w. Tidak ditemukan di dalam mana-mana kitab hadith sama ada khutub sittah (kitab hadith yang enam) seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmizi,dan Sunan an-Nasai'e mahupun kitab hadith yang lainnya seperti Al-Muwaththa' Al- Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, Sunan ad-Darimi, Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, Mu'jam Al-Kabir, Mu'jam Al-Ausath, Mu'jam As-Saghir (at-Thabarani), Sunan ad-Daruquthni, Mustadrak Al-Hakim mahupun Sunan al-Kubra al-Bahaqi. Jika anda menyemak dan menemukan bait ini di dalam kitab di atas maka penulis sedia menerimanya dan penulisan ini mansukh dengan sendirinya.
Penulis memuji sikap kedua blogger senior ini yang mana bertanyakan status sebenar sesuatu perkara. Suatu perkara yang jarang ada pada kebanyakan ummah hari ini dimana kebanyakan dari kita lebih gemar menerima bulat-bulat dan berta'lid dengannya tanpa menyemak terlebih dahulu sumber atau dari mana datangnya sesuatu dakwaan, teori dan sebagainya. Adapun ia banyak berlaku termasuklah dalam urusan agama, seperti penggunaan hadith tanpa mengetahui statusnya, penggunaan bait-bait seperti yang akan penulis jelaskan sebentar nanti dan sebagainya. Semoga kita semua selepas ini ringan mulut dan tidak segan silu bertanya akan sumber dan status kesahihan sesebuah perkara sebelum menerimanya. InsyaAllah.
Penjelasan Status Zikir Taubat الهي لست للفردوس أهلا
Berikut bait-bait yang mahsyur yang dinisbahkan sebagai zikir taubat/munajat dan nama lain, wallahua'lam.
إِلَهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلَا
وَلَا أَقوَى عَلَى النَّارِ الْجَحِيمِ
فَهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوبِي
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنبِ الْعَظِيمِ
Wahai Tuhan ku tak layak ke Syurga-Mu
Namun Aku tidak sanggup ke neraka-Mu
Terimalah taubatku dan ampuni segala dosaku
Sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosa besar
Bait-bait di atas sebenarnya bukanlah zikir yang thabit daripada zikir Rasulullah s.a.w. Tidak ditemukan di dalam mana-mana kitab hadith sama ada khutub sittah (kitab hadith yang enam) seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmizi,dan Sunan an-Nasai'e mahupun kitab hadith yang lainnya seperti Al-Muwaththa' Al- Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, Sunan ad-Darimi, Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, Mu'jam Al-Kabir, Mu'jam Al-Ausath, Mu'jam As-Saghir (at-Thabarani), Sunan ad-Daruquthni, Mustadrak Al-Hakim mahupun Sunan al-Kubra al-Bahaqi. Jika anda menyemak dan menemukan bait ini di dalam kitab di atas maka penulis sedia menerimanya dan penulisan ini mansukh dengan sendirinya.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
7:32 AM
Saturday, December 22, 2012
Apakah Allah Memiliki Wajah ?
Allah ta’ala berfirman tentang diri-Nya,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)
Syaikh Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, “[Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya] maknanya tidak ada yang menyerupai Allah ta’ala dan tidak ada satu makhluk pun yang mirip dengan-Nya, baik dalam Zat, nama, sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Hal ini karena seluruh nama-Nya adalah husna (paling indah), sifat-sifatNya adalah sifat kesempurnaan dan keagungan……”
Beliau melanjutkan, “[dan Dia Maha Mendengar] maknanya Dia Maha Mendengar segala macam suara dengan bahasa yang beraneka ragam dengan berbagai macam kebutuhan yang diajukan. [Dia Maha Melihat] maknanya Allah bisa melihat bekas rayapan semut hitam di dalam kegelapan malam di atas batu yang hitam……”
Beliau melanjutkan, “Ayat ini dan ayat yang semisalnya merupakan dalil Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk menetapkan sifat-sifat Allah dan meniadakan keserupaan sifat Allah dengan sifat makhluk. Di dalam ayat ini terdapat bantahan bagi kaum musyabbihah (kelompok yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk -ed) yaitu dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.”
Juga bantahan bagi kaum mu’aththilah (kelompok yang menolak penetapan sifat Allah -ed) dalam firman-Nya
وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Taisir Karimir Rahman)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)
Syaikh Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, “[Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya] maknanya tidak ada yang menyerupai Allah ta’ala dan tidak ada satu makhluk pun yang mirip dengan-Nya, baik dalam Zat, nama, sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Hal ini karena seluruh nama-Nya adalah husna (paling indah), sifat-sifatNya adalah sifat kesempurnaan dan keagungan……”
Beliau melanjutkan, “[dan Dia Maha Mendengar] maknanya Dia Maha Mendengar segala macam suara dengan bahasa yang beraneka ragam dengan berbagai macam kebutuhan yang diajukan. [Dia Maha Melihat] maknanya Allah bisa melihat bekas rayapan semut hitam di dalam kegelapan malam di atas batu yang hitam……”
Beliau melanjutkan, “Ayat ini dan ayat yang semisalnya merupakan dalil Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk menetapkan sifat-sifat Allah dan meniadakan keserupaan sifat Allah dengan sifat makhluk. Di dalam ayat ini terdapat bantahan bagi kaum musyabbihah (kelompok yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk -ed) yaitu dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.”
Juga bantahan bagi kaum mu’aththilah (kelompok yang menolak penetapan sifat Allah -ed) dalam firman-Nya
وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Taisir Karimir Rahman)
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
11:36 AM
Friday, November 23, 2012
KAIDAH-KAIDAH IBADAH YANG BENAR
Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Atsari
Sesungguhnya, kemuliaan seorang hamba, ialah dengan beribadah kepada Allah semata, tanpa menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Jika seorang hamba semakin menambah ketundukan dan peribadahannya kepada Allah, maka semakin bertambah pula kesempurnaan dan derajatnya.
Ibadah adalah hak Allah yang menjadi kewajiban hamba. Kebaikannya akan kembali kepada hamba itu sendiri. Karena sesungguhnya Allah tidak membutuhkan hambaNya.
وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (seluruh makhluk). [al 'Ankabut/29 : 6].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan di dalam tafsir beliau tentang ayat ini: "Yaitu, barangsiapa melakukan amal shalih, maka sesungguhnya manfaat amal shalihnya akan kembali kepada dirinya sendiri, karena sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Cukup (yakni tidak membutuhkan) dari perbuatan-perbuatan hamba. Walaupun mereka semua berada pada hati hambaNya yang paling bertakwa, hal itu tidaklah menambah sesuatupun dalam karajaanNya"[1].
Walaupun manusia dengan akalnya dapat memahami mengenai kewajiban beribadah kepada Rabb-nya, namun dia tidak mungkin mengetahui cara beribadah kepada Allah secara benar hanya dengan melandaskan pada akal dan perasaannya. Sehingga Allah mengutus rasul-rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk memberikan petunjukNya.
Allah berfirman:
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
… Maka jika datang kepada kamu (manusia) petunjuk dariKu, lalu barangsiapa mengikuti petunjukKu, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. [Thaha/20 : 123].
Adapun sebelum diutus rasul dan tanpa petunjuk Rasul, maka manusia itu di dalam keadaan jahiliyah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (as Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [al Jumu'ah/62 : 2].
KAIDAH-KAIDAH IBADAH
Ibadah yang benar kepada Allah dibangun di atas dasar-dasar atau kaidah-kaidah yang kokoh. Ini semua dijelaskan oleh Allah di dalam kitabNya, dan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya, serta oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
10:57 AM
Di Mana Allah (Beberapa Syubhat (Kekeliruan) Ahl al-Bid’ah Dan Jawapan Ahl al-Sunnah Ke Atasnya)
Penulis: Mohd Hairi Nonchi
Beberapa Syubhat (Kekeliruan) Ahl al-Bid’ah Dan Jawapan Ahl al-Sunnah Ke Atasnya
Dalam rangka menolak manhaj Ahl al-Sunnah berhubung dengan penetapan (ithbat) ke atas sifat al-Istiwa’ Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arasy di atas langit tanpa takwil dan ta’thil, golongan Ahl al-Takwil khususnya mereka yang beraliran al-Asya’irah dan yang sefahaman dengannya telah membentuk beberapa hujah bagi menjustifikasikan penolakan tersebut.
Di sini penulis akan membawakan enam contoh daripada hujah-hujah yang dimaksudkan, disusuli dengan hujah balas pihak Ahl al-Sunnah ke atasnya bagi meluruskan semula kekeliruan-kekeliruan yang dimaksudkan. Adapun hujah atau syubhat yang dimaksudkan dan jawapan semula Ahl al-Sunnah ke atasnya adalah seperti berikut:
Syubhat # 1:
Para pentakwil dan pengingkar sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala membawakan beberapa ucapan para tokoh Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai hujah bagi menolak penetapan sifat al-Istiwa’ Allah di atas ‘Arasy di atas langit, antaranya yang masyhur adalah sebagaimana ucapan al-Imam asy-Syafie rahimahullah (204H) di bawah ini:[1]
والد ليل عليه هو أنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان و هو على صفة الأزليه كما قبل خلقه المكان لا يجوز عليه التغيير في ذاته ولا التبديل في صفاته.
Dalil untuk itu (tiada bagi Allah itu tempat) ialah Allah itu telah ada dan tempat itu tiada. Lalu Allah mencipta tempat dan Allah masih lagi dalam keadaan sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat. Tidak boleh berlaku perubahan ke atas dzat-Nya dan tidak berlaku pertukaran ke atas sifat-Nya.
Ucapan yang hampir sama juga telah dikemukakan oleh al-Imam ‘Abd al-Qadir al-Baghdadi rahimahullah (429H) dimana beliau menulis di dalam kitabnya, al-Farqu Baina al-Firaq, ms. 256:[2]
وأجمعواعلى أنه لا يحويه مكان ولا يجري عليه زمان.
Mereka (Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah) telah berijmak (bersepakat) bahawa Allah tidak bertempat.
Dengan membawakan kenyataan kedua-dua tokoh di atas dan lain-lain tokoh seumpama, para pentakwil dan pengingkar sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala merumuskan bahawa tidak diperbolehkan berkata “Allah beristiwa’ di atas ‘Arasy di atas langit” kerana ucapan seperti ini akan menimbulkan kesan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada suatu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beberapa Syubhat (Kekeliruan) Ahl al-Bid’ah Dan Jawapan Ahl al-Sunnah Ke Atasnya
Dalam rangka menolak manhaj Ahl al-Sunnah berhubung dengan penetapan (ithbat) ke atas sifat al-Istiwa’ Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arasy di atas langit tanpa takwil dan ta’thil, golongan Ahl al-Takwil khususnya mereka yang beraliran al-Asya’irah dan yang sefahaman dengannya telah membentuk beberapa hujah bagi menjustifikasikan penolakan tersebut.
Di sini penulis akan membawakan enam contoh daripada hujah-hujah yang dimaksudkan, disusuli dengan hujah balas pihak Ahl al-Sunnah ke atasnya bagi meluruskan semula kekeliruan-kekeliruan yang dimaksudkan. Adapun hujah atau syubhat yang dimaksudkan dan jawapan semula Ahl al-Sunnah ke atasnya adalah seperti berikut:
Syubhat # 1:
Para pentakwil dan pengingkar sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala membawakan beberapa ucapan para tokoh Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai hujah bagi menolak penetapan sifat al-Istiwa’ Allah di atas ‘Arasy di atas langit, antaranya yang masyhur adalah sebagaimana ucapan al-Imam asy-Syafie rahimahullah (204H) di bawah ini:[1]
والد ليل عليه هو أنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان و هو على صفة الأزليه كما قبل خلقه المكان لا يجوز عليه التغيير في ذاته ولا التبديل في صفاته.
Dalil untuk itu (tiada bagi Allah itu tempat) ialah Allah itu telah ada dan tempat itu tiada. Lalu Allah mencipta tempat dan Allah masih lagi dalam keadaan sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat. Tidak boleh berlaku perubahan ke atas dzat-Nya dan tidak berlaku pertukaran ke atas sifat-Nya.
Ucapan yang hampir sama juga telah dikemukakan oleh al-Imam ‘Abd al-Qadir al-Baghdadi rahimahullah (429H) dimana beliau menulis di dalam kitabnya, al-Farqu Baina al-Firaq, ms. 256:[2]
وأجمعواعلى أنه لا يحويه مكان ولا يجري عليه زمان.
Mereka (Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah) telah berijmak (bersepakat) bahawa Allah tidak bertempat.
Dengan membawakan kenyataan kedua-dua tokoh di atas dan lain-lain tokoh seumpama, para pentakwil dan pengingkar sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala merumuskan bahawa tidak diperbolehkan berkata “Allah beristiwa’ di atas ‘Arasy di atas langit” kerana ucapan seperti ini akan menimbulkan kesan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada suatu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
9:36 AM
Sunday, October 7, 2012
SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP MU'AWIYAH DAN PERTIKAIANNYA DENGAN ALI
Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
KEUTAMAAN MU'AWIYAH BIN ABI SUFYAN RADHIYALLAHU 'ANHU
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnad-nya, dari Abdurrahman bin Abi Umairah al Azdi, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut Mu'awiyah dan berkata: "Ya, Allah. Jadikanlah ia orang yang menuntun kepada hidayah dan berilah ia hidayah".[1]
Ishaq bin Rahuyah berkata,"Tidak ada satupun hadits yang shahih tentang keutamaan Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu ; (dan) an Nasaa-í juga berkata demikian."
Hadits yang paling kuat dalam masalah ini adalah hadits Abdurrahman bin Abi Umairah di atas.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma telah memuji Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu atas ilmu fiqih yang dimilikinya. Imam al Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari jalur Nafi' bin Umar dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwasanya ada yang berkata kepada Ibnu Abbas: "Mengapa Anda tidak menasihati Amirul Mukminin Mu'awiyah? Sesungguhnya dia hanya berwitir satu rakaat saja!"
"Benar," katanya,"Dia adalah seorang faqih!"[2]
Ibnu Abbas juga mengabarkan, Mu'awiyah termasuk sahabat Nabi. Imam al Bukhari meriwayatkan dari jalur Utsman bin al Aswad dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata: "Mu'awiyah mengerjakan witir satu rakaat setelah Isya', sedang maula Ibnu Abbas melihatnya. Diapun melaporkannya kepada Ibnu Abbas. Beliau berkata,'Biarkan, sesungguhnya ia telah menyertai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam'.[3]"
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
KEUTAMAAN MU'AWIYAH BIN ABI SUFYAN RADHIYALLAHU 'ANHU
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnad-nya, dari Abdurrahman bin Abi Umairah al Azdi, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut Mu'awiyah dan berkata: "Ya, Allah. Jadikanlah ia orang yang menuntun kepada hidayah dan berilah ia hidayah".[1]
Ishaq bin Rahuyah berkata,"Tidak ada satupun hadits yang shahih tentang keutamaan Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu ; (dan) an Nasaa-í juga berkata demikian."
Hadits yang paling kuat dalam masalah ini adalah hadits Abdurrahman bin Abi Umairah di atas.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma telah memuji Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu atas ilmu fiqih yang dimilikinya. Imam al Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari jalur Nafi' bin Umar dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwasanya ada yang berkata kepada Ibnu Abbas: "Mengapa Anda tidak menasihati Amirul Mukminin Mu'awiyah? Sesungguhnya dia hanya berwitir satu rakaat saja!"
"Benar," katanya,"Dia adalah seorang faqih!"[2]
Ibnu Abbas juga mengabarkan, Mu'awiyah termasuk sahabat Nabi. Imam al Bukhari meriwayatkan dari jalur Utsman bin al Aswad dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata: "Mu'awiyah mengerjakan witir satu rakaat setelah Isya', sedang maula Ibnu Abbas melihatnya. Diapun melaporkannya kepada Ibnu Abbas. Beliau berkata,'Biarkan, sesungguhnya ia telah menyertai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam'.[3]"
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
5:24 PM
TIDAK ADA BENDA KERAMAT DI DALAM AGAMA ISLAM
Oleh
Ustadz Ali Musri Semjan Putra
Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla, Rabb semesta alam. Tiada yang berhak diibadahi kecuali Dia semata, yang telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab demi kebahagian manusia di dunia dan di akhirat kelak. Dia-lah tempat meminta dan bergantung dalam segala keadaan. Baik di saat suka maupun duka, di saat senang maupun susah, di saat sehat maupun sakit. Dia-lah yang memberi kesembuhan atas segala penyakit.
Salawat beserta salam kita ucapkan untuk Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Nabi pembawa rahmat untuk seluruh alam. Nabi yang amat mencintai umatnya, yang telah menyuruh umatnya untuk memohon dan meminta pertolongan hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Semoga salawat juga terlimpah buat keluarga, para sahabat beliau dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka sampai hari kemudian.
Para pembaca yang kami muliakan, pada kesempatan kali ini kita akan membahas peristiwa menyedihkan yang melanda negeri kita; yang bila dilihat dari sisi syar'i lebih dahsyat dari tsunami atau gempa yang memporak-porandakan gedung-gedung. Peristiwa itu adalah musibah kehancuran dan robohnya aqidah umat dilindas batu para dukun cilik. Betapa tidak, fitnah ini korbannya jauh lebih dahsyat dari segala bencana. Betapa rapuhnya aqidah umat kita, yang hanya dengan tiga batu kerikil milik tiga anak cilik saja mampu merobohkannya. Bagaimana seandainya mereka dihadapkan kepada fitnah Dajjal yang mampu menyuburkan bumi yang kering kerontang; menghidupkan orang mati dan lainnya ? Tentu tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan umat ini. jika mereka dihadapkan kepada fitnah yang dimiliki Dajjal itu. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk mengembalikan umat kepada agama yang lurus.
Perbuatan syirik itu telah menjadi berita hangat dan tontonan serta menyita perhatian berbagai tokoh nasional. Amat sedikit sekali yang mengomentari peristiwa tersebut dengan nilai-nilai aqidah dan sebagian besar malahan menyalahkan pemerintah terutama departemen kesehatan.
Di tengah-tengah kemajuan teknologi dan keilmuan, ternyata dalam hal agama, kita masih primitif. Seharusnya yang perlu menjadi perhatian pertama adalah pendidikan umat dengan ilmu agama dan aqidah yang lurus. Agar mereka tidak dapat dihanyutkan oleh berbagai kesyirikan yang diungkapkan dengan istilah-istilah yang menyesatkan. Semoga kejadian ini menjadi pertimbangan berbagai pihak dalam menentukan kebijakan sistem pendidikan kita ke depan. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang bersumber dari penelitian manusia tidak mampu mengeluarkan dari keprimitifan dalam beragama.
Memang Nabi kita Shallallahu ’alaihi wa sallam dari jauh-jauh hari sudah memperingatkan bahwa umat ini akan kembali terjerumus ke dalam kesyirikan dan kesesatan umat-umat yang lalu
« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». متفق عليه
"Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang Dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti". [HR. Bukhâri dan Muslim]
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
2:44 PM
Wednesday, September 19, 2012
PENGAKUAN CINTA RASUL
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al Atsari
Seseorang tidaklah menjadi orang yang beriman sempurna, sampai dia mencintai Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Tidaklah beriman –dengan keimanan yang sempurna- salah seorang dari kamu, sampai aku menjadi yang paling dia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia" [HR Bukhari, no. 15; Muslim, no. 44; dari Anas bin Malik].
Jika seseorang mencintai Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia, maka dia akan mengikuti petunjuk beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia akan lebih mengutamakan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada petunjuk siapa saja dari kalangan manusia.
Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Ketahuilah, orang yang mencintai sesuatu, ia akan mengutamakannya dan mengutamakan kecocokan dengannya. Jika tidak, maka ia tidak benar di dalam kecintaannya, dan dia (hanya) sebagai orang yang mengaku-ngaku saja. Maka orang yang benar di dalam kecintaannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah, orang yang nampak darinya tanda-tanda tersebut. Yang pertama dari tanda-tanda itu adalah, meneladani Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya (ajarannya), mengikuti perkataan dan perbuatannya, dan beradab dengan adab-adabnya, pada waktu kesusahan dan kemudahan, pada waktu senang dan benci”.[1]
Imam Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah berkata: “Kecintaan yang benar mengharuskannya mengikuti dan mencocoki di dalam kecintaan apa-apa yang dicintai dan kebencian di dalam apa-apa yang dibenci... Maka barangsiapa mencintai Allah dan RasulNya dengan kecintaan yang benar dari hatinya, hal itu menyebabkan dia mencintai -dengan hatinya- apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya, dan dia membenci apa yang dibenci oleh Allah dan RasulNya, ridha dengan apa yang diridhai oleh Allah dan RasulNya, murka terhadap yang dimurkai oleh Allah dan RasulNya, dan dia menunjukkan kecintaan dan kebenciannya ini dengan anggota badannya”.[2]
Ustadz Abu Isma’il Muslim al Atsari
Seseorang tidaklah menjadi orang yang beriman sempurna, sampai dia mencintai Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Tidaklah beriman –dengan keimanan yang sempurna- salah seorang dari kamu, sampai aku menjadi yang paling dia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia" [HR Bukhari, no. 15; Muslim, no. 44; dari Anas bin Malik].
Jika seseorang mencintai Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia, maka dia akan mengikuti petunjuk beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia akan lebih mengutamakan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada petunjuk siapa saja dari kalangan manusia.
Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Ketahuilah, orang yang mencintai sesuatu, ia akan mengutamakannya dan mengutamakan kecocokan dengannya. Jika tidak, maka ia tidak benar di dalam kecintaannya, dan dia (hanya) sebagai orang yang mengaku-ngaku saja. Maka orang yang benar di dalam kecintaannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah, orang yang nampak darinya tanda-tanda tersebut. Yang pertama dari tanda-tanda itu adalah, meneladani Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya (ajarannya), mengikuti perkataan dan perbuatannya, dan beradab dengan adab-adabnya, pada waktu kesusahan dan kemudahan, pada waktu senang dan benci”.[1]
Imam Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah berkata: “Kecintaan yang benar mengharuskannya mengikuti dan mencocoki di dalam kecintaan apa-apa yang dicintai dan kebencian di dalam apa-apa yang dibenci... Maka barangsiapa mencintai Allah dan RasulNya dengan kecintaan yang benar dari hatinya, hal itu menyebabkan dia mencintai -dengan hatinya- apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya, dan dia membenci apa yang dibenci oleh Allah dan RasulNya, ridha dengan apa yang diridhai oleh Allah dan RasulNya, murka terhadap yang dimurkai oleh Allah dan RasulNya, dan dia menunjukkan kecintaan dan kebenciannya ini dengan anggota badannya”.[2]
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
12:34 PM
Thursday, August 9, 2012
Berdiri untuk Seseorang
عن أبي مجلز قال خرج معاوية على بن الزبير وبن عامر فقام بن عامر وجلس بن الزبير فقال معاوية لابن عامر اجلس فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : من أحب أن يمثل له الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار
Dari Abu Mijlaz ia berkata : Mu’awiyyah keluar menemui Ibnuz-Zubair dan Ibnu ‘Aamir. Maka Ibnu ‘Aamir berdiri sementara Ibnuz-Zubair tetap duduk. Berkata mu’awiyyah kepada Ibnu ‘Aamir : “Duduklah, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad no. 977, Abu Dawud no. 5229, At-Tirmidzi no. 2753, Ahmad 4/93, dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahaan 1/219; shahih].
عن عبد الله بن بريدة قال : خرج معاوية فرآهم قياما لخروجه ، فقال لهم : اجلسوا فإن رسول الله صلى الله
عليه وسلم قال : من سره أن يقوم له بنو آدم ، و جبت له النار.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, ia berkata : “(Pada satu hari) Mu’awiyyah keluar dan ia melihat orang-orang berdiri karenanya. Maka Mu’awiyyah berkata kepada mereka : ‘Duduklah kalian, sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : ‘Barangsiapa yang suka anak-anak Adam berdiri untuknya, wajib baginya untuk masuk neraka” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy 2/38-39 dan Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdad 13/193; lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 357].
عن عبد الرزاق بن سليمان بن علي بن الجعد قال : سمعت أبي يقول : " لما أحضر المأمون أصحاب الجوهر ، فناظرهم على متاع كان معهم ، ثم نهض المأمون لبعض حاجته ، ثم خرج ، فقام كل من كان في المجلس إلا ابن الجعد ، فإنه لم يقم ، قال : فنظر إليه المأمون كهيئة المغضب ، ثم استخلاه فقال له : يا شيخ ما منعك أن تقوم لي كما قام أصحابك ؟ قال : أجللت أمير المؤمنين للحديث الذي نأثره عن النبي صلى الله عليه وسلم ، قال : و ما هو ؟ قال علي بن الجعد : سمعت المبارك بن فضالة يقول : سمعت الحسن يقول قال النبي صلى الله عليه وسلم : (فذكره باللفظ الأول) قال : فأطرق المأمون متفكرا في الحديث ، ثم رفع رأسه فقال : لا يشترى إلا من هذا الشيخ ، قال : فاشترى منه في ذلك اليوم بقيمة ثلاثين ألف دينار " .
Dari ‘Abdurrazzaq bin Sulaiman bin ‘Aliy bin Al-Ja’d, ia berkata : Aku mendengar ayahku berkata : “Ketika Al-Ma’muun kedatangan para pedagang batu permata, maka ia mengamat-amati barang yang mereka bawa. Kemudian Al-Ma’muun beranjak karena ada satu hajat dan keluar dari majelisnya. Berdirilah semua orang yang ada di majelis itu kecuali Ibnul-Ja’d – ia tidak berdiri (untuk Al-Ma’muun). Maka Al-Ma’muun pun melihat kepadanya yang seakan-akan ia marah kepadanya. Al-Ma’muun menghampirinya dan berkata : “Wahai Syaikh, apa yang menghalangimu untuk berdiri untukku sebagaimana para shahabatmu berdiri ?”. Ibnul-Ja’d menjawab : “Aku menghormati Amiirul-Mukminin (dengan cara demikian) dikarenakan hadits yang kami riwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Al-Ma’muun bertanya : “Apa itu ?”. ‘Ali bin Al-Ja’d berkata : Aku mendengar Al-Mubaarak bin Fudlaalah, ia berkata : Aku mendengar Al-Hasan berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”. Al-Ma’muun tertunduk sambil memikirkan hadits itu, yang kemudian ia mengangkat kepalanya seraya berkata : “Aku tidak akan membeli (batu permata) kecuali dari syaikh ini”. ‘Abdurrazzaq berkata : “Maka pada hari itu Al-Ma’muun berdiri membeli batu permata dari syaikh tersebut senilai 30.000 dinar” [Diriwayatkan oleh Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 10/466, Taariikh Baghdad 11/361, dan yang lainnya; shahih].
Al-Imam Al-Munawiy rahimahullah berkata saat menjelaskan hadits ‘barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka’ :
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
3:11 PM
Wednesday, August 8, 2012
SIFAT-SIFAT KHAWARIJ
Oleh
Muhammad Abdul Hakim Hamid
MUQADDIMAH
Khawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia.
Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan, hal itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain :
Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw (berlebih-lebihan) dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal yang demikian itu akan menampakkan faedah yang tak terkira.
Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikabarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.
Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari terjatuh ke dalamnya. Mengingat barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya.
Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.
[1]. SUKA MENCELA DAN MENGANGGAP SESAT
Muhammad Abdul Hakim Hamid
MUQADDIMAH
Khawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia.
Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan, hal itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain :
Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw (berlebih-lebihan) dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal yang demikian itu akan menampakkan faedah yang tak terkira.
Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikabarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.
Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari terjatuh ke dalamnya. Mengingat barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya.
Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.
[1]. SUKA MENCELA DAN MENGANGGAP SESAT
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
12:55 AM
Sunday, July 15, 2012
Melompat dan menari mencari redha Ilahi
Bismillah….Amma Ba'd :
Aqal manusia ibarat ladang, berfikir bagaikan menanam, sekiranya benih yang ditanam itu sering disiram, sudah tentu akan tumbuh menjadi pohonan, akarnya menjalar, batangnya kukuh besar, tidak mudah ditumbangkan.
Ramai yang tertipu dengan ideologi, fahaman dan budaya yang dilempar benihnya oleh musuh islam dalam diri mereka. Fahaman ini kemudiannya terus disiram, dibelai sehingga tumbuh tegap menjadi suatu prinsip dan pendirian yang tidak mudah diubah atau ditumbangkan.
Tidak hairanlah apabila kita melihat sebahagian orang islam yang bermati-matian siang dan malam, pagi dan petang mempromosikan candu syubuhat dan ganja syahawat yang diimport dari musuh dan dipasarkan dalam pasaran masyarakat, sehingga hasil keuntungannya telah dirasai dan dinikmati bersama oleh pembekal, pengimport, pengedar, peniaga dan penjaja pahaman dan pemikiran tersebut.
Fenomena pengimportan fahaman dan budaya yang bertentangan dengan agama membuat kita amat berduka. Namun, paling kurang kita kenal bahawa sekularisme, feminisme, hedonisme dan sebagainya bukan dari agama, hanya bahan import semata.
Sesuatu yang lebih membimbangkan kita, apabila ada yang mendakwa sebagai golongan agama mula menjaja dan menaja sesuatu perkara yang bertentangan dengan ajarannya, tetapi dilebelkan dengan jenama agama. Tajuk yang ingin saya kongsikan bersama untuk difikirkan seketika walaupun mungkin ada yang akan terasa, namun diharapkan dapat meningkatkan kefahaman kita kepada agama, dan menjadi hujah didepan Allah bahawa saya telah menyampaikan apa yang saya tahu, saya berharap kepada rakan-rakan taulan yang terlibat dengan amalan seperti ini agar meninggalkannya dan kembalilah beramal ibadah kepada Allah dengan cara yang diajarkan syariat . Tajuk yang saya maksudkan ialah
" Melompat dan menari mencari redha Ilahi"
Kedengaran pelik, tapi benar. Amalan menari, berjoget, melompat-lompat sambil memekikkan zikir dan doa mula tersebar dengan meluas dalam masyarakat kita sekarang. Malah, golongan yang pro kepada amalan-amalan sebegini mula mencari-cari dalil dari quran atau sunnah untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Saya tidak faham bagaimana cara mereka memahami firman Allah s.w.t dalam surah Al-'Araf, Ayat 55:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".
Aqal manusia ibarat ladang, berfikir bagaikan menanam, sekiranya benih yang ditanam itu sering disiram, sudah tentu akan tumbuh menjadi pohonan, akarnya menjalar, batangnya kukuh besar, tidak mudah ditumbangkan.
Ramai yang tertipu dengan ideologi, fahaman dan budaya yang dilempar benihnya oleh musuh islam dalam diri mereka. Fahaman ini kemudiannya terus disiram, dibelai sehingga tumbuh tegap menjadi suatu prinsip dan pendirian yang tidak mudah diubah atau ditumbangkan.
Tidak hairanlah apabila kita melihat sebahagian orang islam yang bermati-matian siang dan malam, pagi dan petang mempromosikan candu syubuhat dan ganja syahawat yang diimport dari musuh dan dipasarkan dalam pasaran masyarakat, sehingga hasil keuntungannya telah dirasai dan dinikmati bersama oleh pembekal, pengimport, pengedar, peniaga dan penjaja pahaman dan pemikiran tersebut.
Fenomena pengimportan fahaman dan budaya yang bertentangan dengan agama membuat kita amat berduka. Namun, paling kurang kita kenal bahawa sekularisme, feminisme, hedonisme dan sebagainya bukan dari agama, hanya bahan import semata.
Sesuatu yang lebih membimbangkan kita, apabila ada yang mendakwa sebagai golongan agama mula menjaja dan menaja sesuatu perkara yang bertentangan dengan ajarannya, tetapi dilebelkan dengan jenama agama. Tajuk yang ingin saya kongsikan bersama untuk difikirkan seketika walaupun mungkin ada yang akan terasa, namun diharapkan dapat meningkatkan kefahaman kita kepada agama, dan menjadi hujah didepan Allah bahawa saya telah menyampaikan apa yang saya tahu, saya berharap kepada rakan-rakan taulan yang terlibat dengan amalan seperti ini agar meninggalkannya dan kembalilah beramal ibadah kepada Allah dengan cara yang diajarkan syariat . Tajuk yang saya maksudkan ialah
" Melompat dan menari mencari redha Ilahi"
Kedengaran pelik, tapi benar. Amalan menari, berjoget, melompat-lompat sambil memekikkan zikir dan doa mula tersebar dengan meluas dalam masyarakat kita sekarang. Malah, golongan yang pro kepada amalan-amalan sebegini mula mencari-cari dalil dari quran atau sunnah untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Saya tidak faham bagaimana cara mereka memahami firman Allah s.w.t dalam surah Al-'Araf, Ayat 55:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
12:30 PM
Saturday, July 7, 2012
TAWASSUL DENGAN ORANG MATI
SYUBHAT DAN BANTAHANNYA
Adapun dalil-dalil yang dijadikan alasan bolehnya tawassul dengan orang yang telah mati, sebagaimana yang antum nukilkan di atas, inilah jawaban kami:
1. Dalil Pertama.
إِذَا تَحَيَّرْتُمْ فِيْ اْلأُمُوْرِ فَاسْتَعِيْنُوْا مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ . كَذَا فِي الْبَهْجَةِ السُّنِّيَّةِ للشَّيْخِ مُحمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْجَانِي ص
Hadits pertama itu artinya:
“Jika kamu bingung di dalam perkara-perkara, maka mintalah tolong dari para penghuni kubur!” Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Bahjah As-Sunniyyah karya Syeikh Muhammad bin Abdullah Al-Jani, hal:41.
Bantahan:
Ketahuilah bahwa ini adalah hadits palsu! Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Ini palsu dengan kesepakatan ahli ilmu, tidak ada seorangpun dari ulama ahli hadits yang meriwayatkannya.” [Al-Istighatsah Ar-Raddu ‘Alal Bakri, II/483, tahqiq Abdullah bin Dujain As-Sahli, Darul Wathan, Cet:I, Th:1997 M/1417 H]
Abdullah bin Dujain As-Sahli berkata mengomentari perkataan Syeikhul Islam di atas: "Ini adalah hadits palsu, disebutkan oleh Al-‘Ajluni di dalam Kasyful Khafa’ I/85, dan dia menyandarkan kepada Ibnu Kamal Basya; Ibnul Qayyim menjelaskan kelemahannya di dalam Ighatsatul Lahfan I/333, demikian pula Muhammad Nashib Ar-Rifa’I di dalam At-Tawashul Ila Haqiqati At-Tawasul Al-Masyru’ wal Mamnu’ , hal:252, Cet:III, 1399 H, dan lainnya."
Di sini kami perlu mengingatkan dengan sebuah hadits mutawatir tentang bahaya menyampaikan hadits-hadits palsu dan menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu:
وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya di neraka". [Hadits Mutawatir].
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
2:22 PM
Wednesday, July 4, 2012
SAMBUTAN NISFU SYA’BAN BUKAN DARI SUNNAH?
Oleh Mohd Yaakub bin Mohd Yunus
Apabila memperkatakan tentang bulan Sya’ban, maka tentu sekali tarikh 15 Sya’ban atau juga lebih di kenali sebagai Nisfu Sya’ban akan bermain-main di fikiran masing-masing. Pada tarikh ini atau lebih spesifik pada waktu malamnya dianggap sebagai satu malam yang memiliki kemuliaan khusus sehinggakan rata-rata umat Islam di Malaysia mengadakan amalan-amalan tertentu seperti melakukan solat malam yang khusus, berpuasa pada siang hari, membaca surah Yassin sebanyak 3 kali dan diselang-selikan dengan doa-doa tertentu.
Ada juga yang beranggapan pada malam inilah diangkat segala amalan kita dan ditentukan segala perkara berhubung dengan kehidupan makhluk seperti hidup, mati, rezeki, untung rugi dan lain-lain atau dikenali sebagai al-Qadr. Melalui artikel ini, penulis akan cuba mengutarakan beberapa perkara yang sering diperdebatkan tentang Nishfu Sya’ban seperti:
1. Status Hadis Tentang Nisfu Sya’ban
2. Amalan-amalan Khusus Sempena Nisfu Sya’ban
3. Benarkah al-Qadr Itu Jatuh Pada Malam Nisfu Sya’ban?
STATUS HADIS TENTANG NISFU SYA’BAN
Hadis-hadis yang membicarakan tentang Nishfu Sya’ban kesemuanya berstatus daif (lemah) dan maudu’ (palsu) kecuali terdapat sebuah hadis menurut Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani r.h adalah sahih daripada Nabi s.a.w, iaitu riwayat yang diterima daripada Mu’az bin Jabal r.a yang berbunyi:
Apabila memperkatakan tentang bulan Sya’ban, maka tentu sekali tarikh 15 Sya’ban atau juga lebih di kenali sebagai Nisfu Sya’ban akan bermain-main di fikiran masing-masing. Pada tarikh ini atau lebih spesifik pada waktu malamnya dianggap sebagai satu malam yang memiliki kemuliaan khusus sehinggakan rata-rata umat Islam di Malaysia mengadakan amalan-amalan tertentu seperti melakukan solat malam yang khusus, berpuasa pada siang hari, membaca surah Yassin sebanyak 3 kali dan diselang-selikan dengan doa-doa tertentu.
Ada juga yang beranggapan pada malam inilah diangkat segala amalan kita dan ditentukan segala perkara berhubung dengan kehidupan makhluk seperti hidup, mati, rezeki, untung rugi dan lain-lain atau dikenali sebagai al-Qadr. Melalui artikel ini, penulis akan cuba mengutarakan beberapa perkara yang sering diperdebatkan tentang Nishfu Sya’ban seperti:
1. Status Hadis Tentang Nisfu Sya’ban
2. Amalan-amalan Khusus Sempena Nisfu Sya’ban
3. Benarkah al-Qadr Itu Jatuh Pada Malam Nisfu Sya’ban?
STATUS HADIS TENTANG NISFU SYA’BAN
Hadis-hadis yang membicarakan tentang Nishfu Sya’ban kesemuanya berstatus daif (lemah) dan maudu’ (palsu) kecuali terdapat sebuah hadis menurut Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani r.h adalah sahih daripada Nabi s.a.w, iaitu riwayat yang diterima daripada Mu’az bin Jabal r.a yang berbunyi:
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
1:33 PM
Sunday, July 1, 2012
Istidraj
It is when ALLAH (SWT) gives fortunes to someone whereby ALLAH(SWT) is not pleased with him. This is what’s called istidraj. Rasullulah (SAW) said :"When you see Allah (SWT) gives good fortunes to his slaves who are always committing sins (disobedient), know that the person is being given istidraj by ALLAH(SWT)." (At-Tabrani, Ahmad and Al-Baihaqi)
However, those disobedient people who keep on committing sins are clueless. They think that they received the fortunes because God is with them and they feel that God is kind to them in spite of their wrongdoings. Then again the people who know that we must follow the footsteps of Rasullulah (SAW) and hold on tight to Islam in order to obtain happiness in this dunya (world) and akhira (afterlife), are still doubtful.
Why is it that people who pray 5 times a day, who wake up in the middle of the night to offer tahajjud, who fast not only in the month of Ramadhan, but also on Monday, Thursday and other voluntary fasting, live an ordinary life… some are even living in difficulties. Why? And how about the people who never pray in their whole life, nor fasting, yet they are living a prosperous and affluent life? Their houses are conspicuously built, their expensive cars are parked from end to end and they have a lot of money in the bank.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
12:18 AM
Sunday, May 27, 2012
HUKUM ASAL IBADAH ADALAH TERLARANG
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halabi Al-Atsary
Banyak orang yang mencampuradukkan antara ibadah dengan yang lainnya, dimana mereka berupaya membenarkan bid’ah yang dilakukan dengan memnggunakan dalil kaidah, hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh !
Kaidah tersebut adalah kaidah ilmiah yang benar. Tapi penempatannya bukan dalam masalah ibadah. Sesungguhnya kaidah tersebut berkaitan dengan keduniawian dan bentuk-bentuk manfaat yang diciptakan Allah padanya. Bahwa hukum asal dari perkara tersebut adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya.
Yusuf Al-Qaradhawi berkata dalam bukunya Al-Halal wal Haram fil Islam (hal.21) setelah menjelaskan sisi yang benar dalam memahami kaidah tersebut. “Demikian itu tidak berlaku dalam ibadah. Sebab ibadah merupakan masalah agama murni yang tidak diambil kecuali dengan cara wahyu. Dan dalam hal ini terdapat hadits, “Barangsiapa yang mebuat hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini apa yang bukan darinya, maka dia di tolak”.
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halabi Al-Atsary
Banyak orang yang mencampuradukkan antara ibadah dengan yang lainnya, dimana mereka berupaya membenarkan bid’ah yang dilakukan dengan memnggunakan dalil kaidah, hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh !
Kaidah tersebut adalah kaidah ilmiah yang benar. Tapi penempatannya bukan dalam masalah ibadah. Sesungguhnya kaidah tersebut berkaitan dengan keduniawian dan bentuk-bentuk manfaat yang diciptakan Allah padanya. Bahwa hukum asal dari perkara tersebut adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya.
Yusuf Al-Qaradhawi berkata dalam bukunya Al-Halal wal Haram fil Islam (hal.21) setelah menjelaskan sisi yang benar dalam memahami kaidah tersebut. “Demikian itu tidak berlaku dalam ibadah. Sebab ibadah merupakan masalah agama murni yang tidak diambil kecuali dengan cara wahyu. Dan dalam hal ini terdapat hadits, “Barangsiapa yang mebuat hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini apa yang bukan darinya, maka dia di tolak”.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
1:32 AM
Thursday, May 10, 2012
MENGENALI ALLAH DENGAN MENG-IMANI ASMA’ WA SIFAT-NYA
MAKNA TAUHID ASMA’ WA SIFAT DAN MANHAJ SALAF (GOLONGAN AWAL) DI DALAMNYA
Iaitu beriman kepada nama-nama Allah s.w.t. dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya s.a.w., menurut apa yang layak bagi Allah s.w.t., tanpa ta’wil dan ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil, berdasarkan firman Allah s.w.t.:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tiada sesuatupun yang serupa dengan (ZatNya, sifat-sifatNya, dan pentadbiranNya) dan Dia lah yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. (asy-Syura 42: 11)
Ta’thil – adalah menghilangkan makna atau sifat Allah.
Takyif - adalah mempersoalkan hakikat asma’ dan sifat Allah dengan bertanya “bagaimana”.
Tamtsil - adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Allah menafikan jika ada sesuatu yang menyerupai-Nya, dan Dia menetapkan bahawa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan sifat dengan nama dan sifat yang Dia sendiri berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rasul-Nya (melalui hadis). Al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, kerana tidak seorangpun yang lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih mengetahui Allah daripada Rasul-Nya. Maka barangsiapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, menta’wilkannya dari maknanya yang benar (haq), maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Allah s.w.t. berfirman:
هَؤُلاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? (al-Kahfi 18: 15)
MANHAJ SALAF (PARA SAHABAT, TABI’IN DAN ULAMA PADA KURUN WAKTU YANG DIUTAMAKAN) DALAM HAL ASMA’ DAN SIFAT ALLAH
Iaitu mengimani dan menetapkannya sebagaimana ia datang tanpa tahrif (mengubah), ta’thil (menafikan), takyif (menanyakan bagaimana) dan tamtsil (menyerupakan), dan hal itu termasuk pengertian beriman kepada Allah.*
* Iman seperti ini juga dianut oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani (wafat tahun 561 H.), lihat kitabnya “al-Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmaniy”, cetakan al-Haramain, hal. 34, 61, 76, dan 303).
Imam Ahmad rahimahullah berkata, Allah tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang disifati oleh-Nya untuk Diri-Nya atau apa yang sifatkan melalui Rasul-Nya, serta tidak boleh melampaui al-Qur’an dan al-Hadis. Mazhab (jalan/landasan) salaf menyifati Allah dengan apa yang Dia sifatkan untuk Diri-Nya dan dengan apa yang disifatkan melalui Rasul-Nya, tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamtsil.
Kita mengetahui bahawa apa yang Allah sifatkan untuk Diri-Nya adalah haq (benar), tidak mengandungi teka-teki dan tidak untuk dibongkar. Maknanya sudah dimengerti, sebagaimana maksud orang yang berbicara juga dimengerti dari pembicaraannya. Apalagi jika yang berbicara itu adalah Rasulullah, manusia yang paling mengerti dengan apa yang dia katakan, yang paling fasih dalam menjelaskan ilmu, dan paling baik serta mengerti dalam menjelaskan atau memberi petunjuk. Dan sekali pun demikian, tidaklah ada sesuatu yang menyerupai Allah. Tidak dalam Diri (Dzat)-Nya Yang Maha Suci yang disebut dalam asma’ dan sifat-Nya, juga tidak dalam perbuatan-Nya. Sebagaimana yang kita yakini bahawa Allah s.w.t. mempunyai Dzat, juga ad’al (perbuatan), maka begitu pula Dia benar-benar mempunyai sifat-sifat, tetapi tidak ada satu pun yang menyamai-Nya, juga tidak dalam perbuatan-Nya.
Setiap yang mengharuskan adanya kekurangan dan huduts* maka Allah s.w.t. benar-benar bebas dan Mahasuci dari hal tersebut. Sesungguhnya Allah adalah yang memiliki kesempurnaan yang sempurna, tidak ada batas ayas-Nya. Dan mustahil bagi Diri-Nya mengalami huduts, kerana mustahil bagi-Nya sifat ‘adam (tidak ada); sebab huduts mengharuskan adanya sifat ‘adam sebelumnya, dan kerana sesuatu yang baru pasti memerlukan muhdits (yang mengadakan), juga kerana Allah bersifat wajibul wujud binafsi (wajib ada dengan sendiri-Nya).
* Huduts ertinya baru, yang dahulunya tidak ada kemudian menjadi ada. Huduts adalah lawan kata dari qidam.
Madzhab salaf adalah antara ta’thil dan tamtsil. Mereka tidak menyamakan atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Sebagaimana mereka tidak menyerupakan Dzat-Nya dengan dzat pada makhluk-Nya. Mereka tidak menafikan apa yang Allah sifatkan untuk diri-Nya, atau apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya. Seandainya mereka menafikan, bererti mereka telah menghilangkan asma’ husna dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (luhur), dan bererti mengubah kalam dari tempat yang sebenarnya, dan bererti pula mengingkari asma’ allah dan ayat-ayat-Nya. (Lihat Majmu’ Fatawa, 5/26-27)
Iaitu beriman kepada nama-nama Allah s.w.t. dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya s.a.w., menurut apa yang layak bagi Allah s.w.t., tanpa ta’wil dan ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil, berdasarkan firman Allah s.w.t.:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tiada sesuatupun yang serupa dengan (ZatNya, sifat-sifatNya, dan pentadbiranNya) dan Dia lah yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. (asy-Syura 42: 11)
Ta’thil – adalah menghilangkan makna atau sifat Allah.
Takyif - adalah mempersoalkan hakikat asma’ dan sifat Allah dengan bertanya “bagaimana”.
Tamtsil - adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Allah menafikan jika ada sesuatu yang menyerupai-Nya, dan Dia menetapkan bahawa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan sifat dengan nama dan sifat yang Dia sendiri berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rasul-Nya (melalui hadis). Al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, kerana tidak seorangpun yang lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih mengetahui Allah daripada Rasul-Nya. Maka barangsiapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, menta’wilkannya dari maknanya yang benar (haq), maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Allah s.w.t. berfirman:
هَؤُلاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? (al-Kahfi 18: 15)
MANHAJ SALAF (PARA SAHABAT, TABI’IN DAN ULAMA PADA KURUN WAKTU YANG DIUTAMAKAN) DALAM HAL ASMA’ DAN SIFAT ALLAH
Iaitu mengimani dan menetapkannya sebagaimana ia datang tanpa tahrif (mengubah), ta’thil (menafikan), takyif (menanyakan bagaimana) dan tamtsil (menyerupakan), dan hal itu termasuk pengertian beriman kepada Allah.*
* Iman seperti ini juga dianut oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani (wafat tahun 561 H.), lihat kitabnya “al-Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmaniy”, cetakan al-Haramain, hal. 34, 61, 76, dan 303).
Imam Ahmad rahimahullah berkata, Allah tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang disifati oleh-Nya untuk Diri-Nya atau apa yang sifatkan melalui Rasul-Nya, serta tidak boleh melampaui al-Qur’an dan al-Hadis. Mazhab (jalan/landasan) salaf menyifati Allah dengan apa yang Dia sifatkan untuk Diri-Nya dan dengan apa yang disifatkan melalui Rasul-Nya, tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamtsil.
Kita mengetahui bahawa apa yang Allah sifatkan untuk Diri-Nya adalah haq (benar), tidak mengandungi teka-teki dan tidak untuk dibongkar. Maknanya sudah dimengerti, sebagaimana maksud orang yang berbicara juga dimengerti dari pembicaraannya. Apalagi jika yang berbicara itu adalah Rasulullah, manusia yang paling mengerti dengan apa yang dia katakan, yang paling fasih dalam menjelaskan ilmu, dan paling baik serta mengerti dalam menjelaskan atau memberi petunjuk. Dan sekali pun demikian, tidaklah ada sesuatu yang menyerupai Allah. Tidak dalam Diri (Dzat)-Nya Yang Maha Suci yang disebut dalam asma’ dan sifat-Nya, juga tidak dalam perbuatan-Nya. Sebagaimana yang kita yakini bahawa Allah s.w.t. mempunyai Dzat, juga ad’al (perbuatan), maka begitu pula Dia benar-benar mempunyai sifat-sifat, tetapi tidak ada satu pun yang menyamai-Nya, juga tidak dalam perbuatan-Nya.
Setiap yang mengharuskan adanya kekurangan dan huduts* maka Allah s.w.t. benar-benar bebas dan Mahasuci dari hal tersebut. Sesungguhnya Allah adalah yang memiliki kesempurnaan yang sempurna, tidak ada batas ayas-Nya. Dan mustahil bagi Diri-Nya mengalami huduts, kerana mustahil bagi-Nya sifat ‘adam (tidak ada); sebab huduts mengharuskan adanya sifat ‘adam sebelumnya, dan kerana sesuatu yang baru pasti memerlukan muhdits (yang mengadakan), juga kerana Allah bersifat wajibul wujud binafsi (wajib ada dengan sendiri-Nya).
* Huduts ertinya baru, yang dahulunya tidak ada kemudian menjadi ada. Huduts adalah lawan kata dari qidam.
Madzhab salaf adalah antara ta’thil dan tamtsil. Mereka tidak menyamakan atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Sebagaimana mereka tidak menyerupakan Dzat-Nya dengan dzat pada makhluk-Nya. Mereka tidak menafikan apa yang Allah sifatkan untuk diri-Nya, atau apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya. Seandainya mereka menafikan, bererti mereka telah menghilangkan asma’ husna dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (luhur), dan bererti mengubah kalam dari tempat yang sebenarnya, dan bererti pula mengingkari asma’ allah dan ayat-ayat-Nya. (Lihat Majmu’ Fatawa, 5/26-27)
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
1:28 PM
Friday, May 4, 2012
Penjelasan Ringkas Berkenaan "Sanad" dan Keperluannya.
PERIHAL SANAD
Sanad/isnad merupakan kekhususan umat Islam. Al-Qur'an telah diriwayatkan kepada kita oleh para perawi dengan sanad yang mutawatir. Demikian pula telah sampai kepada kita hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan sanad-sanad yang shahih. Berbeda dengan kitab Injil dan Taurat yang ada pada kaum Nashrani dan Yahudi tanpa sanad yang bersambung dan shahih, sehingga sangat diragukan keabsahan kedua kitab tersebut.
Isnad hadits adalah silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (sabda) hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Para ahli hadits telah memberikan kriteria yang ketat agar suatu hadits dinilai sebagai hadits yang shahih, mereka ketat dalam menilai para perawi hadits tersebut. Karenanya mereka (para ahli hadits) mendefinisikan hadits shahih dengan definisi berikut :
مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
"Yaitu hadits yang sanadnya bersambung dengan penukilan perawi yang 'adil dan dhoobith (kuat hafalannya) dari yang semisalnya hingga kepuncaknya tanpa adanya syadz dan penyakit ('illah)"
Yaitu para perawinya dari bawah hingga ke atas seluruhnya harus tsiqoh dan memiliki kredibilitas hafalan yang sempurna (lihat Nuzhatun Nadzor hal 58), serta sanad tersebut harus bersambung dan tidak ada 'illahnya (penyakit) yang bisa merusak keshahihan suatu hadits.
Oleh karenanya dari sini nampaklah urgensinya pengecekan kevalidan isnad suatu hadits
Ibnu Siiriin berkata :
لَمْ يَكُوْنُوا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
"Mereka dahulu tidak bertanya tentang isnad, akan tetapi tatkala terjadi fitnah maka mereka berkata : "Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian", maka dilihatlah Ahlus sunnah dan diambilah periwayatan hadits mereka dan dilihatlah ahlul bid'ah maka tidak diambil periwayatan hadits mereka"
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
6:09 PM
Thursday, April 26, 2012
HADITS NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM TERJAGA
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membimbing manusia kepada jalan yang lurus, dan memerintahkan manusia untuk menaati dan mencontoh perilaku beliau. Allah berfirman:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya". [al-Hasyr/59:7].
Untuk itulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menunaikan semua tugasnya. Sehingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada ummatnya agar berpegang dengan peninggalan beliau, yaitu berupa Al-Qur'an dan as-Sunnah. Dua hal ini sebagai petunjuk bagi manusia hingga hari Kiamat dalam mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّتِيْ
"Aku tinggalkan untuk kalian dua hal, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur`an) dan Sunnahku". [HR al-Hakim, dan dishahïhkan Syaikh al-Albani dalam Shahïh al-Jami' ash-Shaghïr, no. 2937]
Dari sini jelaslah, bahwasanya hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi salah satu sumber pengambilan hukum syari'at, baik dalam hal aqidah, hukum fikih, dan yang lainnya. Sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini menjadi sumber pedoman seorang muslim dalam menggapai kebahagian dan keridha'an Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, dengan kedudukannya ini, maka hadits-hadits tersebut menjadi sumber dan asas syari'at yang kekal dan selalu terjaga keotentikannya.
Ustadz Kholid Syamhudi
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membimbing manusia kepada jalan yang lurus, dan memerintahkan manusia untuk menaati dan mencontoh perilaku beliau. Allah berfirman:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya". [al-Hasyr/59:7].
Untuk itulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menunaikan semua tugasnya. Sehingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada ummatnya agar berpegang dengan peninggalan beliau, yaitu berupa Al-Qur'an dan as-Sunnah. Dua hal ini sebagai petunjuk bagi manusia hingga hari Kiamat dalam mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّتِيْ
"Aku tinggalkan untuk kalian dua hal, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur`an) dan Sunnahku". [HR al-Hakim, dan dishahïhkan Syaikh al-Albani dalam Shahïh al-Jami' ash-Shaghïr, no. 2937]
Dari sini jelaslah, bahwasanya hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi salah satu sumber pengambilan hukum syari'at, baik dalam hal aqidah, hukum fikih, dan yang lainnya. Sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini menjadi sumber pedoman seorang muslim dalam menggapai kebahagian dan keridha'an Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, dengan kedudukannya ini, maka hadits-hadits tersebut menjadi sumber dan asas syari'at yang kekal dan selalu terjaga keotentikannya.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
10:18 AM
Sunday, March 18, 2012
PERNYATAAN PARA IMAM UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MENINGGALKAN YANG MENYALAHI SUNNAH
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Kiranya ada gunanya di sini saya paparkan sebagian atau seluruhnya ucapan-ucapan yang saya ketahui dari mereka. Semoga kutipan ini dapat menjadi pelajaran dan peringatan bagi mereka yang taklid kepada para imam atau kepada yang lainnya dengan cara membabi buta,[1] dan berpegang pada madzhab dan pendapat mereka seolah-olah hal itu seperti sebuah firman yang turun dari langit. Allah berfirman.
"Artinya : Ikutilah oleh kalian apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain Dia. Sungguh sedikit sekali kamu ingat kepadanya". (Al-A'raf : 3)
Berikut ini saya paparkan pernyataan para Imam Madzhab.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
3:37 PM
Friday, March 16, 2012
BERGURU DGN BUKU = BERGURU DGN SYAITAN ?
Alhamdulillah , Segala Puja – Puji hanyalah milik Allah Ta’ala semata-mata. Selawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah s.a.w, ahli keluarga baginda yang suci, para sahabat yang kesemua mereka itu merupakan golongan yang amat mulia, para ulama’ yang mukhlisin , para mujahidin di Jalan Allah Ta’ala dan seluruh muslimin. Amin.
“ Sesiapa sahaja yang belajar menerusi buku / kitab bermakna dia belajar dan berguru dengan syaitan “. Ini di antara kata-kata yang sering kita dengar .
Marilah kita meneliti kata-kata ini dengan mengikuti perbahasan mengenainya sebagai mana berikut :
“ Sesiapa sahaja yang belajar menerusi buku / kitab bermakna dia belajar dan berguru dengan syaitan “. Ini di antara kata-kata yang sering kita dengar .
Marilah kita meneliti kata-kata ini dengan mengikuti perbahasan mengenainya sebagai mana berikut :
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
8:12 AM
Saturday, February 18, 2012
SYARAH HADITS JIBRIL TENTANG ISLAM, IMAN DAN IHSAN (2)
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8]
KANDUNGAN HADITS JIBRIL
Dari penjelasan tentang urgensi hadits ini, kita dapat mengambil faidah di antaranya :
6. Ahlus sunnah mengimani tentang adanya Malaikat.
Bahwasanya malaikat diciptakan dari cahaya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
Diciptakan malaikat dari cahaya, diciptakan jin dari api yang menyala-nyala, dan diciptakan Adam dari apa yang disifatkan kepada kalian. [HR Muslim, no. 2996, 60].
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8]
KANDUNGAN HADITS JIBRIL
Dari penjelasan tentang urgensi hadits ini, kita dapat mengambil faidah di antaranya :
6. Ahlus sunnah mengimani tentang adanya Malaikat.
Bahwasanya malaikat diciptakan dari cahaya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
Diciptakan malaikat dari cahaya, diciptakan jin dari api yang menyala-nyala, dan diciptakan Adam dari apa yang disifatkan kepada kalian. [HR Muslim, no. 2996, 60].
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
4:33 PM
SYARAH HADITS JIBRIL TENTANG ISLAM, IMAN DAN IHSAN (1)
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8] [1]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini secara lengkap diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 8, dan diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (I/27,28,51,52), Abu Dawud (no. 4695), at Tirmidzi (no.2610), an Nasaa-i (VIII/97), Ibnu Majah (no. 63), Ibnu Mandah dalam al Iman (1,14), ath Thoyalisi (no. 21), Ibnu Hibban (168,173), al Aajurri dalam asy Syari’ah (II/no.205, 206, 207, 208), Abu Ya’la (242), al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.2), al Marwazi dalam Ta’zhim Qadris Shalat (no.363-367), ‘Abdullah bin Ahmad dalam as Sunnah (no.901,908), al Bukhari dalam Khalqu Af’aalil ‘Ibaad (190), Ibnu Khuzaimah (no.2504) dari sahabat Ibnu ‘Umar dari bapaknya ‘Umar bin Khaththab.
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8] [1]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini secara lengkap diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 8, dan diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (I/27,28,51,52), Abu Dawud (no. 4695), at Tirmidzi (no.2610), an Nasaa-i (VIII/97), Ibnu Majah (no. 63), Ibnu Mandah dalam al Iman (1,14), ath Thoyalisi (no. 21), Ibnu Hibban (168,173), al Aajurri dalam asy Syari’ah (II/no.205, 206, 207, 208), Abu Ya’la (242), al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.2), al Marwazi dalam Ta’zhim Qadris Shalat (no.363-367), ‘Abdullah bin Ahmad dalam as Sunnah (no.901,908), al Bukhari dalam Khalqu Af’aalil ‘Ibaad (190), Ibnu Khuzaimah (no.2504) dari sahabat Ibnu ‘Umar dari bapaknya ‘Umar bin Khaththab.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
4:30 PM
Saturday, February 11, 2012
Dengan tidak mengurangi penghormatan kami, datangkan kepada kami sanad hadits ini agar kami mengetahuinya
Bismillah,
Inilah diantara riwayat-riwayat yang dianggap hadits oleh para penggemar Maulid Nabi untuk membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
1. Abu Bakar ash-Shiddiq
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
2. Umar bin Khottob al-Furqon
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
Inilah diantara riwayat-riwayat yang dianggap hadits oleh para penggemar Maulid Nabi untuk membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
1. Abu Bakar ash-Shiddiq
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
2. Umar bin Khottob al-Furqon
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
10:59 AM
Thursday, February 2, 2012
Maaf Anakku! Mereka Tidak Mesra Denganmu
Prof Madya Dr Mohd Asri Zainul Abidin
Segala puji bagi al-Wahhab; Tuhan Yang Maha Pemberi. Setiap ibubapa berdoa agar bayi yang lahir ke dunia sihat dan sejahtera. Islam tidak pernah membezakan nilai antara bayi lelaki dan perempuan. Sekalipun ada beberapa hukum yang berbeza antara lelaki dan wanita, tetapi itu tidak merujuk kepada nilai, sebaliknya kepada latar fizikal dan psikologi setiap gender.
Allah mengutuk masyarakat jahiliah Mekah yang merasa hina dengan kelahiran bayi perempuan. Firman Allah:
Segala puji bagi al-Wahhab; Tuhan Yang Maha Pemberi. Setiap ibubapa berdoa agar bayi yang lahir ke dunia sihat dan sejahtera. Islam tidak pernah membezakan nilai antara bayi lelaki dan perempuan. Sekalipun ada beberapa hukum yang berbeza antara lelaki dan wanita, tetapi itu tidak merujuk kepada nilai, sebaliknya kepada latar fizikal dan psikologi setiap gender.
Allah mengutuk masyarakat jahiliah Mekah yang merasa hina dengan kelahiran bayi perempuan. Firman Allah:
(maksudnya) dan apabila dikhabarkan kepada seseorang mereka bahawa dia beroleh anak perempuan, hitamlah (muram) mukanya sepanjang hari dalam keadaan dia menahan perasaan marahnya. Dia bersembunyi dari orang ramai kerana (malu) berita buruk yang disampaikan kepadanya (tentang memperolehi anak perempuan, sambil dia berfikir) adakah dia akan memeliharanya, atau dia akan memasukkannya ke dalam tanah? Ketahuilah! sungguh jahat apa yang mereka hukumkan itu”. (Surah al-Nahl: 58-59).
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
11:34 PM
Sunday, January 29, 2012
Di Mana Allah?
Tulisan Ustad Abdul Hakim bin Amir Abdat
Saya akan menjelaskan salah satu aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang telah hilang dari dada sebagian kaum muslimin, yaitu : tentang istiwaa Allah di atas Arsy-Nya yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya. Sehingga bila kita bertanya kepada saudara kita ; Dimana Allah ? Kita akan mendapat dua jawaban yang bathil bahkan sebagiannya kufur..! :
1. Allah ada pada diri kita ini ..!
2. Allah dimana-mana di segala tempat !
Jawaban yang pertama berasal dari kaum wihdatul wujud (kesatuan wujud Allah dengan manusia) yang telah dikafirkan oleh para Ulama kita yang dahulu dan sekarang. Sedangkan jawaban yang kedua keluar dari kaum Jahmiyyah (faham yang menghilangkan sifat-sifat Allah) dan Mu’tazilah, serta mereka yang sefaham dengan keduanya dari ahlul bid’ah.
Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang budak perempuan milik Mua’wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu’awiyah :
Artinya :
”Beliau bertanya kepadanya : ”Di manakah Allah ?. Jawab budak perempuan : ”Di atas langit. Beliau bertanya (lagi) : ”Siapakah Aku ..?. Jawab budak itu : ”Engkau adalah Rasulullah”. Beliau bersabda : ”Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu’minah (seorang perempuan yang beriman)”.
Saya akan menjelaskan salah satu aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang telah hilang dari dada sebagian kaum muslimin, yaitu : tentang istiwaa Allah di atas Arsy-Nya yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya. Sehingga bila kita bertanya kepada saudara kita ; Dimana Allah ? Kita akan mendapat dua jawaban yang bathil bahkan sebagiannya kufur..! :
1. Allah ada pada diri kita ini ..!
2. Allah dimana-mana di segala tempat !
Jawaban yang pertama berasal dari kaum wihdatul wujud (kesatuan wujud Allah dengan manusia) yang telah dikafirkan oleh para Ulama kita yang dahulu dan sekarang. Sedangkan jawaban yang kedua keluar dari kaum Jahmiyyah (faham yang menghilangkan sifat-sifat Allah) dan Mu’tazilah, serta mereka yang sefaham dengan keduanya dari ahlul bid’ah.
Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang budak perempuan milik Mua’wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu’awiyah :
Artinya :
”Beliau bertanya kepadanya : ”Di manakah Allah ?. Jawab budak perempuan : ”Di atas langit. Beliau bertanya (lagi) : ”Siapakah Aku ..?. Jawab budak itu : ”Engkau adalah Rasulullah”. Beliau bersabda : ”Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu’minah (seorang perempuan yang beriman)”.
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
10:01 AM
Monday, January 23, 2012
Aqidah Imam Empat رحمهم الله (Ebook)
Karangan:
Download link:
http://www.4shared.com/file/7ZCytKP6/Aqidah_Imam_Empat_-_Syaikh_Dr_.html
Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais
Download link:
http://www.4shared.com/file/7ZCytKP6/Aqidah_Imam_Empat_-_Syaikh_Dr_.html
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
11:16 AM
Saturday, January 21, 2012
Carilah Ungkapan Yang Lebih ‘Molek’
Antara perkara yang indah yang diajar oleh Islam ialah muslim diperintahkan menggunakan perkataan-perkataan yang baik atau sekurangnya tidak keji dalam ungkapannya.
Muslim bukan seorang pencarut, atau pemaki hamun orang atau pencerca dengan kalimat-kalimat yang jelik dan keji. Lidah muslim indah, atau selamat dari kalimat-kalimat yang tidak senonoh. Dia mungkin tegas, keras amarannya, tinggi nadanya dan tajam kritikannya, tapi kalimat-kalimatnya itu terpilih; tidak lucah, tidak juga makian dan hamunan. Inilah yang Anas bin Malik ceritakan:
Muslim bukan seorang pencarut, atau pemaki hamun orang atau pencerca dengan kalimat-kalimat yang jelik dan keji. Lidah muslim indah, atau selamat dari kalimat-kalimat yang tidak senonoh. Dia mungkin tegas, keras amarannya, tinggi nadanya dan tajam kritikannya, tapi kalimat-kalimatnya itu terpilih; tidak lucah, tidak juga makian dan hamunan. Inilah yang Anas bin Malik ceritakan:
“Bukanlah Nabi s.a.w itu seorang pemaki orang, tidak juga seorang pengucap kekejian dan bukan seorang pelaknat orang lain”. (riwayat al-Bukhari).
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
12:37 AM
Sunday, January 1, 2012
KETERASINGAN SUNNAH DAN AHLU SUNNAH DI TENGAH MARAKNYA BID'AH DAN AHLI BID'AH
Oleh
Ustadz Abu Ihsan al Atsari
Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma berkata: "Semua bid'ah sesat walaupun seluruh manusia menganggapnya baik."[1]
Ucapan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma ini menjadi peringatan bagi siapa saja, bahwa kwantitas atau jumlah bukan ukuran kebenaran. Salah satu kaidah yang telah disepakati oleh ulama menyatakan: "Popularitas sebuah perbuatan dan penyebarannya, sama sekali tidak menunjukkan kebolehannya, sebagaimana halnya keterasingan sebuah perbuatan, bukan dalil bahwa perbuatan itu dilarang".
Ustadz Abu Ihsan al Atsari
Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma berkata: "Semua bid'ah sesat walaupun seluruh manusia menganggapnya baik."[1]
Ucapan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma ini menjadi peringatan bagi siapa saja, bahwa kwantitas atau jumlah bukan ukuran kebenaran. Salah satu kaidah yang telah disepakati oleh ulama menyatakan: "Popularitas sebuah perbuatan dan penyebarannya, sama sekali tidak menunjukkan kebolehannya, sebagaimana halnya keterasingan sebuah perbuatan, bukan dalil bahwa perbuatan itu dilarang".
Hasil nukilan
Gjoykamitake
pada
10:05 AM
Subscribe to:
Posts (Atom)