Sunday, June 19, 2011

Antara Utara dan Selatan Adalah Qiblat

Abul Mundzir Abdur Rohman Hadi,Lc.

(Dosen STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya)

Alhamdulillah wassholatu wassalamu ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi waman walah la haula wala quwwata illa billah, Amma ba’du.

Sudah lama kita mendengar isu di negeri kita ini yang mengandung anjuran merubah arah qiblat masjid-masjid yang di rasa tidak lurus dengan ka’bah, baik di internet, dari lembaga-lembaga resmi maupun perorangan. Akan tetapi semakin hari semakin marak dan semakin banyak antusias para ta’mir untuk menyambut anjuran tersebut. Bisa jadi hal itu di karenakan niat baik yang didorong kecemburuan agama yang tanpa di dasari dengan ilmu dan tanpa pertimbangan, sehingga banyak menimbulkan keributan, kebingungan di tengah-tengah masyarakat, bahkan perpecahan kaum muslimin.

Salah satu contoh di jawa timur, ada salah satu masjid yang setelah di datangi petugas yang mengurusi masalah ini,jama’ahnya jadi kebingungan, dan apabila sholat berjamaah antara satu makmum dengan yang lainya jadi berbeda arah,bahkan antara makmum dengan imamnya pun berbeda karena sebagaian mengikuti arah masjid dan sebagaian mengikuti arahan petugas tersebut. Bahkan yang lebih parah lagi, sebagaian masjid di datangi kemudian langsung dirubah dan digarisi shof-shofnya dengan cat dan dengan tanpa bertanya terlebih dahulu kepada ahli ilmu tentang masalah ini, wallohul musta’an. Oleh karena itu, demi persatuan dan kesatuan, dan agar fitnah ini tidak meluas, maka kami terdorong memberikan sumbangsih makalah singkat yang berisikan fatwa-fatwa para ulama, yang mudah-mudahan bisa meyakinkan orang-orang yang selama ini ragu, memantapkan orang-orang yang yakin dan menambah ilmu bagi kita yang belum memahami permasalahan ini. Selamat menyimak, wallohu waliyuttaufiq!

Sesungguhnya menghadap qiblat dalam sholat termasuk syarat sah sholat yang apabila seseorang sholat dengan tidak menghadap qiblat maka sholatnya tidaklah sah. Kecuali bagi yang tidak mengetahui arah atau tidak mampu menghadap ke qiblat seperti ketika kondisi khouf (takut) dan sakit, Atau bagi yang sholat sunnah di atas kendaraan, atau hal-hal lain yang dibolehkan oleh Syari’at.

Walaupun demikian, Islam adalah agama yang mudah dan tidak membebani pemeluknya dengan apa yang tidak mampu dipikulnya. Alloh berfirman subhanahu wata’ala :

ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻜﻢ ﺍﻟﻴﺴﺮ ﻭﻟﺎ ﻳﺮﻳﺪ ﺑﻜﻢ ﺍﻟﻌﺴﺮ

“Alloh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. al-Baqarah : 185)

Dalam ayat yang lain :

ﻟﺎ ﻳﻜﻠﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﻧﻔﺴﺎ ﺇﻟﺎ ﻭﺳﻌﻬﺎ

“Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah: 286)

Maka dalam hal ini, walaupun Islam menjadikan menghadap kiblat sebagai syarat sah sholat, akan tetapi tidak mewajibkan untuk menghadap lurus dengan benda ka’bah bagi yang tidak melihatnya, tapi cukup dengan menghadap ke arah ka’bah.

Dan Rosulullah -shollallahu alaihi wa sallam- bersabda:

ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺸﺮﻕ ﻭﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﻗﺒﻠﺔ

“Antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata Syaikh al-Albani: Hadits shahih sebagaimana yang telah saya takhrij dalam Irwa`ul Ghalil no. 292, lihat Ashlu Shifati Shalati an-Nabi jilid 1/71)karya Imam Al-Albani -rahimahullah-

Oleh karena itu, dengan melihat dalil-dalil di atas, dan dengan melihat maslahat bagi kaum muslimin secara umum terutama orang-orang yang lemah iman, dan agar tidak menjadi bahan ejekan orang-orang yang benci terhadap Islam ketika ada perombakan-perombakan arah kiblat, maka kita perlu mempertimbangkan maslahat ini,-setelah ketetapan dalil di atas, sebagaimana Rosulullah -shollallahu alaihi wa sallam- sangat mempertimbangkannya ketika ingin merubah ka’bah dan mengembalikanya kebentuk aslinya seperti yang di bangun Nabi Ibrohim -alaihi salam-, akan tetapi diurungkan keinginanya dikarenakan khawatir akan muncul fitnah, padahal beliau mengetahui bahwa bangunannya tidak sesuai dengan bangunan aslinya. Beliau -shollallahu alaihi wa sallam- bersabda:

ﻳﺎ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻟﻮﻻ ﺃﻥ ﻗﻮﻣﻚ ﺣﺪﻳﺜﻮ ﻋﻬﺪ ﺑﺸﺮﻙ ﻭ ﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻱ ﻋﻠﻰ ﺑﻨﺎﺋﻪ ﻟﺄﻧﻔﻘﺖ ﻛﻨﺰ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﻟﻬﺪﻣﺖ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻓﺄﻟﺰﻗﺘﻬﺎ ﺑﺎﻷﺭﺽ ﺛﻢ ﻟﺒﻨﻴﺘﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ

“Wahai ‘Aisyah, kalau kaummu bukan dekat masanya dengan kesyirikan-,dan saya tidak memiliki biaya untuk membangunnya, niscaya akan saya infakkan(kurbankan) perbendaharaan ka’bah di jalan Alloh- dan akan saya gempur ka’bah dan ratakan dengan tanah, kemudian akan saya bangun sesuai dengan asas (pondasi) yang diletakkan Nabi Ibrohim…” (HR. Al-Bukhori dll. Lihat kelengkapan hadits dan takhrijnya dalam Silsilah Ahadits Shohihah: 1/43) karya Imam al-Albani -rahimahullah-

Maka masjid-masjid yang sudah permanen tidak perlu di adakan perubahan, walaupun ahli dibidang ini mengatakan kiblatnya tidak lurus, karena dalil mengatakan “antara timur dan barat adalah kiblat” (bagi penduduk Madinah atau yang searah denganya yang berada di utara atau selatan ka’bah), yang tentunya antara utara dan selatan adalah kiblat
bagi kita.

Dan untuk memperjelas dan memperkuat apa yang kami uraikan di atas, berikut fatwa-fatwa dan penjelasan para ulama berkaitan dengan pembahasan ini:



1. Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-’llmiyah wa al-Ifta’ (Komisi Tetap Bagian Studi Ilmiah dan Fatwa ) di Kerajaan Arab Saudi no. 3534 pimpinan Imam Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- dengan redaksi pertanyaan dan jawaban sebagai berikut:

Pertanyaan: Di negeri kami banyak masjid- masjid yang mihrobnya miring ke arah kanan, hal ini disebabkan sebagian manusia meyakini sabda Rosululloh n “Antara timur dan barat adalah kiblat”. Dari sini, apakah cukup imam saja yang harus menghadap ke arah kiblat sedangkan makmumnya tidak?

Jawaban: Wajib bagi imam dan makmumnya untuk menghadap ke arah kiblat, sebagaimana firman Alloh:

ﻓﻮﻝ ﻭﺟﻬﻚ ﺷﻄﺮ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻭﺣﻴﺚ ﻣﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﻓﻮﻟﻮﺍ ﻭﺟﻮﻫﻜﻢ ﺷﻄﺮﻩ

“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS.Al-Baqoroh: 144)

Dan sabda Rosulullah -shollallahu alaihi wa sallam- “Antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan: Hadits ini hasan shohih).

Hadits ini ditujukan kepada penduduk Madinah dan daerah sepertinya yang berada di utara ka’bah atau selatannya. Dhohir hadits ini menunjukkan bahwa antara keduanya semuanya adalah kiblat. Adapun bagi yang berada di arah timur dan barat dari ka’bah, maka kiblat baginya antara arah utara dan selatan, karena kalau seandainya yang dimaksudkan adalah lurus benda ka’bah, niscaya sholatnya orang-orang yang berada di shof yang panjang di atas satu garis lurus, demikian pula sholatnya dua orang yang berjauhan yang menghadap ke arah satu kiblat tidak akan sah, karena mustahil semuanya bisa menghadap ke ka’bah padahal panjang shofnya melebihi ukuran ka’bah.

Wabillahi at-Taufiq washolollohu ala nabiyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wasallam (Lajnah da’imah: 6/312-313).

2. Fatwa Imam Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin -rahimahullah-.

Beliau -rahimahullah- di tanya tentang suatu masjid yang kiblatnya miring dari arah kiblat yang sebenarnya seukuran kira-kira tiga derajat menurut alat penentu arah kiblat. Dan manusia sudah terbiasa sholat sesuai posisi arah masjid dikarenakan kebanyakan mereka tidak mengetahui kemiringan masjid dari arah kiblat. Apakah hal ini mempengaruhi keabsahan sholat?

Beliau menjawab: Apabila kemiringan tidak mengeluarkan manusia dari arah (antara timur dan barat, pen), maka hal itu tidak membahayakan, dan tidak diragukan lagi bahwa menetapi yang sudah ada adalah lebih baik. Adapun apabila kemiringan tersebut mengeluarkan manusia dari arah kiblat, seperti menghadap ke selatan padahal kiblatnya di
timur, atau menghadap ke utara padahal kiblatnya di barat, atau menghadap ke arah timur padahal kiblatnya di selatan, maka tidak diragukan lagi masjid tersebut harus di rubah atau cukup menghadap ke arah kiblat walaupun arah masjidnya berbeda (Majmu’ fatawa wa Rosail Fadilatis Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin: (329/ 12/414)

3. Penjelasan Syaikh Abdulloh Alu Bassam -rahimahullah-.

Dalam menjelaskan hadits Bulughul Marom ke: 167. Dari Abu Huroiroh -radhiallohu anhu- berkata, Rosulullah -shollallahu alaihi wa sallam- bersabda “Antara timur dan barat adalah kiblat” (HR. Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhori)

Beliau mengatakan, yang bisa diambil fa’idah hukum dari hadits ini adalah:

a. Arah pokok ada empat, utara, selatan, timur dan barat. Dan jarak antara timur dan barat adalah (180) derajat, yang semuanya merupakan kiblat bagi yang tidak menyaksikan ka’bah. Dan seperti ini juga ukuran untuk arah yang lain.

b. Hadits ini menunjukkan, bahwa bagi orang yang menyaksikan ka’bah, maka sholatnya harus menghadap ke (benda) ka’bah. Sebagamana hadits ini menunjukkan pula, bahwa antara dua arah adalah kiblat dan cukup hanya menghadap ke arahnya. (Taudihul al-Ahkam min Bulughil marom: 1/449).

Dan senada dengan di atas apa yang di ukir oleh Imam al-Albani -rahimahullah- dalam kitabnya Aslu Sifatis Sholatin Nabi : (1/71) dan ulama’ lainnya, Akan tetapi tiga fatwa di atas saya kira cukup untuk memahamkan dan memberikan penerangan kepada kita tentang permasalahan ini. Dan mudah-mudahan memberikan manfaat bagi kita semua,

Amin.

Sumber: majalahislami.com; ibnuabbaskendari

Wallahu a'lam

No comments:

Post a Comment